WOLFGANG WIDMOSER: Perupa Mancanegara di Bali
Dari zaman kolonial sampai sekarang, amat banyak perupa mancanegara menjadikan Bali sebagai basis kreatif, secara temporer maupun permanen. Tak terhitung lagi perupa mancanegara yang menjadikan Bali sebagai titik penting dalam perjalanan karier berkesenian mereka: sejak generasi Walter Spies, Rudolf Bonnet, Le Mayeur, Antonio Blanco dan Arie Smit pada masa lampau, hingga generasi Ashley Bickerton, Wolfgang Widmoser dan Neal Adams pada masa kini. Para perupa mancanegara yang menjadikan Bali sebagai “rumah” bukan saja berasal dari Eropa, tetapi juga dari Amerika, Australia, Jepang dan berbagai negara lain.
Dalam kaitannya dengan Bali, terdapat dua jalur kreatif yang ditempuh oleh para perupa mancanegara yang tinggal dan berkarya di pulau ini pada zaman sekarang. Di jalur pertama, persentuhan para perupa mancanegara dengan Bali masih cenderung bergelimang citra Bali yang romantik dan eksotik. Banyak perupa mancanegara semata-mata memaknai Bali sebagai sumber referensi visual yang kaya dan unik. Karya mereka banyak merekam pengalaman visual saat bersentuhan dengan alam Bali dan budaya masyarakatnya yang artistik. Mereka banyak melukis panorama alam Bali nan permai dan mistis, serta keunikan manusia Bali dan budaya tradisional Bali.
Di jalur kedua, para perupa mancanegara menghayati Bali sebagai ruang inspiratif yang mendorong eksplorasi kreatif mereka semakin jauh, ke ranah-ranah baru yang melampaui pencapaian mereka sebelum tinggal di Bali. Mereka mula-mula memang datang ke Bali karena terpesona oleh alam dan budaya Bali yang legendaris di dunia. Namun, keterpesonaan itu tidak lantas membuat mereka terpaku pada tema-tema Bali. Mereka menghirup udara kreatif Bali yang segar dan inspiratif untuk menghasilkan karya yang tidak banyak merujuk pada Bali, tetapi mungkin tidak pernah tercipta seandainya mereka tidak bersentuhan dengan Pulau Dewata.
Wolfgang Widmoser (kelahiran Munich, Jerman, 1954) adalah perupa mancanegara kontemporer yang menempuh jalur kedua. Ia telah berpuluh tahun tinggal di Pulau Dewata, dan menghasilkan karya-karya yang melampaui potret eksotik-romantik Bali. Wolfgang berkarya di Bali, tetapi tidak tertarik untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi citra tentang sebuah Bali molek bagaikan surga yang seakan tak tersentuh oleh gerak waktu.

Seperti banyak perupa mancanegara lainnya, Wolfgang terpukau kepada Bali. Ia memandang Bali sebagai sebentang wilayah kultural tempat keberadaan (being) lebih penting daripada kepemilikan (having), tempat nilai spiritual mengungguli nilai material, tempat semua energi dari Timur dan Barat bertemu. Bagi sang pelukis, Bali adalah sebuah tempat unik di mana cinta dan maut terus berputar seperti roda: sebuah cermin Semesta Raya.
Meskipun sudah berpuluh tahun tinggal di Pulau Dewata, Wolfgang tidak banyak menampilkan Bali secara harfiah dalam lukisannya. Dalam karya-karyanya, citra Bali hanya sesekali tampil sebagai salah satu referensi visual atau tematis minor. Ketimbang memburu keindahan eksotik alam dan budaya Bali, Wolfgang lebih mengejar spirit universal kreatif yang bersemayam di balik panorama keindahan kasatmata “khas Bali” seperti itu.
Penjelajahan kreatif Wolfgang memang tidak berhenti di Bali. Sebaliknya, Bali justru seperti membuka pintu baginya untuk menjelajahi kawasan-kawasan Nusantara lainnya. Lukisan berjudul “Bo” adalah satu karya yang lahir dari penjelajahan Wolfgang yang terentang melampaui Bali.
Pada Mei 2015, Wolfgang melakukan perjalanan budaya ke Sulawesi Selatan. Selama sepuluh hari, ia berlayar naik pinisi, kapal layar tradisional Bugis, dan mengunjungi pulau-pulau kecil di Kepulauan Selayar di sebelah selatan Pulau Sulawesi. Di pulau-pulau itu, ia berinteraksi dengan warga setempat dan membikin beberapa proyek seni. Salah satu tujuan perjalanan ini adalah “untuk menemukan dan menjelajahi sejarah manusia yang tidak banyak diketahui”.
Dari petualangannya di lautan dan pulau-pulau terpencil yang jauh dari hingar-bingar kehidupan modern di kawasan Sulawesi Selatan, lahirlah serangkaian karya lukis potret wajah penduduk asli setempat. Lukisan “Bo”, contohnya. Bo adalah pemulung tua yang tinggal di pantai Bira di Bulukumba. Terletak di ujung selatan semenanjung Sulawesi Selatan, Bulukumba terkenal dengan budaya maritimnya dan juga tradisi panjangnya sebagai kawasan pembuatan pinisi.

Karya-karya Wolfgang menunjukkan bahwa Bali pada abad ke-21 tetap menjadi tempat yang memikat dan inspiratif bagi perupa mancanegara untuk berkreasi. Mereka bukan saja meneruskan tradisi historis yang diciptakan para pendahulu mereka pada masa lampau, tetapi juga menyumbangkan arus perkembangan kreatif segar.