VIDEO PUISI DARI TEATER SASTRA WELANG
Teater Sastra Welang hadir lagi setelah lama absen. Mereka mempersembahkan video pembacaan kolaborasi puisi berjudul “Ia yang Datang Tiap Malam” karya Moch Satrio Welang.
Empat penyair muda unjuk kreativitas dalam video ini. Ada Pranita Dewi, Ayu Winastri, Achmad Obe Marzuki, dan Moch Satrio Welang. Tampil pula seorang teaterwan, Legu Adi Wiguna.
Dikenal sebagai sutradara dan penata artistik, Legu Adi Wiguna didapuk menjadi sutradara dalam penggarapan video seni ini. Diilhami filosofi tokoh teater Indonesia, Putu Wijaya, proses pembuatan video puisi dilakukan dengan berangkat dari apa yang ada.
Proses pengambilan gambar hingga penyuntingan dilakukan secara sangat sederhana. Ruang yang digunakan juga bersahaja. Namun, keindahan karya tetap dijaga.
Puisi “Ia yang Datang Tiap Malam” pernah dialihkreasikan dalam bentuk musikalisasi puisi oleh pegiat teater dan musisi Heri Windi Anggara. Karya alih wahana itu diperkenalkan ke publik untuk pertama kalinya tahun lalu dalam pagelaran Lomuisi Tetra Welang 2019.
Menurut Pranita Dewi, salah satu penyair yang terlibat, proyek kolaborasi video puisi ini merupakan upaya para pegiat seni muda mengisi ruang-ruang kosong dan mengasah kreativitas agar selalu terjaga melalui puisi.
“Jika kita percaya pada cita-cita tentang ‘puisi yang baik’ – dan dengan demikian berarti ‘puisi murni’, yang didambakan sejak masa nirbahasa sampai tarikh posmodern ini – maka kita pun percaya: lagu dan makna, bentuk dan isi, nyanyi dan inti, rima dan getar hati, hadir secara seimbang dalam komposisi,” ujar Pranita.
Penyair Ayu Winastri menambahkan, puisi memberi ruang dalam menghayati segala peristiwa dari luar diri menjadi penekuran dalam diri. Puisi melatih ketajaman bercakap, mencari makna dan mungkin rahasia kehidupan.
Hal senada juga disampaikan Achmad Obe Marzuki. Penyair ini melihat bahwa puisi bukan sekedar teks. Puisi lahir tidak semudah membalikkan telapak tangan. “Puisi adalah lahirnya batin terhadap kondisi, entah itu sosial, diri pribadi atau alam semesta,” ungkapnya.
Moch Satrio Welang mengatakan, puisi “Ia yang Datang Tiap Malam” dipilih karena tidak hanya mengangkat sisi romantisme, tapi juga menghadirkan kesatiran hidup. Contohnya, dalam larik “darah mengolam di bola mata anak-anak, menghanyutkan mimpi mereka”. Inilah bentuk keprihatinan sosial terhadap masyarakat yang saat ini sedang mengalami kesulitan di segala lini.
Walaupun tidak ditujukan khusus pada pandemi COVID-19, puisi tersebut setidaknya memiliki kesamaan nuansa, kesatiran dan kegetiran dengan situasi sulit yang sedang dialami penduduk di seluruh penjuru dunia. Krisis pangan, pendidikan, kesehatan, ekonomi, rasa aman untuk menatap masa depan, tersirat dalam larik “kengerian di kota yang memerah, teriakan anak-anak memadam, tertelan desing peluru di hatimu”.
Selaku penggagas, Moch Satrio Welang menyampaikan bahwa proyek video puisi ini tidak saja memperkenalkan karya barunya. Ia juga berupaya merangkul para penyair sahabatnya untuk meramaikan dan memberi warna tersendiri dalam penampilan puisi di video seni yang berdurasi sekitar empat menit ini.
Puisi “Ia yang Datang Tiap Malam” akan dimasukkan dalam album musikalisasi puisi ketiga Teater Sasta Welang. Gara-gara pandemi, jadwal peluncuran album ini diundur menjadi tahun depan. Teater Sastra Welang telah meluncurkan dua album musikalisasi puisi, yakni Taman Bunga (2013) dan Instalasi Bulan dan Matahari (2016).
Resmi dirilis pada 6 Juli, video puisi “Ia yang Datang Tiap Malam” dapat disaksikan di Youtube.