PertunjukanSastraSeni

“Tribute to Umbu Landu Paranggi” Jatijagat Kehidupan Puisi

Komunitas seni Jatijagat Kehidupan Puisi (JKP) menggelar pagelaran seni, “Tribute to Umbu Landu Paranggi” di Festival Seni Bali Jani III, 4 November. Pagelaran yang digelar di Gedung Ksirarnawa Taman Budaya Denpasar ini merupakan persembahan kepada Umbu Landu Paranggi, mahaguru puisi yang telah berpulang pada April lalu dan diistirahatkan sementara di Taman Mumbul Nusa Dua.

Aryadimas Ngurah Hendratno, selaku Lurah Jatijagat Kehidupan Puisi sekaligus sutradara umum, mengurai konsep pementasan.

“Pagelaran ini sebuah kisah sunyi Maha Guru Umbu Landu Paranggi yang ingin dimaknai, yang ingin diekspresikan dalam bentuk video dokumenter, gelar wicara, dramatisasi puisi, teaterikal , musikalisasi puisi, pembacaan puisi, pentas monolog dan sebentuk kaleidoskop yang semuanya bersumber pada wujud sunyi Umbu, pada gegap karya Umbu, pada nyala seni Umbu, pada samudera kehidupannya di mana kita semua ada di dalamnya,” papar Dimas.

Wayan Jengki Sunarta dipercaya sebagai pimpinan produksi.

“Kawan-kawan tim kerja dan para penampil telah berusaha maksimal memberikan hal terbaik untuk acara ini. Daya haru (keharuan) dan kekhusyukan dari acara ini mengesankan penonton yang hadir secara langsung di Ksirarnawa. Secara keseluruhan, acara berjalan lancar, meski ada sedikit kendala teknis. Sosok Umbu juga dilekatkan dengan konsep ‘Tanam-Taman’ yang selama ini dibangunnya semasa hidup. Spirit itu dibawa ke dalam garapan. Tanam ini artinya menanam bakat, benih-benih kesenian, dan hal lainnya di JKP. Karena selama ini Umbu selalu mendampingi kami di JKP, tanpa kenal lelah beliau menanam hingga membentuk taman,” ujar Jengki.

Hal senada juga disampaikan oleh Dewa Putu Sahadewa, penyair sekaligus penasehat Jatijagat Kehidupan Puisi.

“Sebagai ungkapan rasa cinta untuk guru puisi kehidupan, para penampil telah mempersembahkan yang terindah malam itu. Keharuan terbangun seiring terucap baris-baris puisi karya luar biasa dari Umbu Landu Paranggi, juga kenangan dari video dan rekaman suara almarhum begitu menyatu sehingga atmosfir malam ‘Tribute to Umbu’ amatlah khidmat, haru dan indah,” ungkap Sahadewa.

Dewa Putu Sahadewa tampil kuat, membacakan puisi Umbu berjudul “Denpasar Selatan, dari Sebuah Lorong” dengan diiringi oleh teatrikal Teater Takhta. Demikian juga penampilan kolaborasi dengan para perupa yang memberikan respons melukis pada layang-layang. Para perupa yang tampil di antaranya adalah Wayan Sujana Suklu, Made Kaek, Made Gunawan, dan Suasana Kabul. Acara dibuka dengan penampilan tari layang-layang oleh Teater Takhta SMK Saraswati 1 Denpasar, yang malam itu juga membawakan beberapa penampilan pengiring para penyair.

Moch Satrio Welang membawakan sesi Gelar Wicara menghadirkan tiga narasumber spesial, yakni Ny. Putri Koster, Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., dan Ketua Yayasan Seni Bali Mangsi Hartanto yang sekilas mengulas sosok Umbu Landu Paranggi di jagat raya kesusastraan di Bali maupun di Indonesia. Putri Koster menekankan pentingnya untuk terus menjaga api kreativitas dan meneruskan konsep “Tanam-Taman”, ajaran yang diberikan oleh Umbu kepada kita semua.

Tampil pula dalam rangkaian pagelaran “Tribute to Umbu”, pembacaan puisi oleh penyair Mira MM Astra yang membawakan puisi “Upacara XXXVII” karya Umbu Landu Paranggi, diiringi koreografi silat oleh perguruan silat Kera Sakti. Penyair Pranita Dewi membacakan puisi “Kata Kata Kata” yang ditulis Umbu Landu Paranggi pada tahun 1967. Penampilan Pranita diiringi gerak tari Teater Takhta dengan formasi kipas. Dramatisasi Puisi Achmad Obe Marzuki berkolaborasi dengan kesatuan Pencak Silat Kera Sakti membawakan puisi berjudul “Tujuh Cemara”. Perguruan silat Kera Sakti memang kerap berproses latihan di Jatijagat Kehidupan Puisi.

Penyair dan perupa muda, Ayu Chumani, membacakan puisi “Ronggeng Sumba” sembari memainkan alat musik keyboard dengan iringan koreografi lentera oleh Teater Takhta. Sutradara teater Kardanis Muda Wijaya tampil monolog membawakan karya “Jalan kehidupan Puisi,” sebuah reportoar perjalanan dan pemikiran Umbu dalam laku hidup sehari-hari.

Kelompok Sekali Pentas tampil apik membawakan dua buah musikalisasi puisi karya Umbu Landu Paranggi yang bertajuk “Sabana” dan “Melodia.” Kelompok yang dipimpin oleh Heri Windi Anggara ini beranggotakan Yustina Maria Owa, Monique Anastasia, Chresna Satyavadini, Nina Krisna Dewi, Tria Hikmah Fratiwi, dan Yoga Anugraha. Video dokumenter perjalanan Umbu Landu Paranggi digarap oleh Legu Adi Wiguna, menampilkan perjalanan Umbu yang narasinya ditulis oleh Wayan Jengki Sunarta dan dibacakan oleh Khrisna Ningrat.

Lebih dari 60 seniman terlibat dalam pagelaran yang merupakan wujud penghormatan terhadap jejak dan peninggalan berharga Umbu Landu Paranggi di dunia kesusastraan.

*Gambar Utama: Penyair Mira MM Astra dan Teater Takhta dalam Pagelaran “Tribute to Umbu Landu Paranggi”. Dok. JKP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *