TELEPON PINTAR: Dampak bagi Pola Belajar Siswa
oleh I Ketut Suar Adnyana
Pembelajaran pada intinya berupaya untuk membelajarkan siswa setelah pembelajaran selesai dilakukan. Hal itu memberikan keleluasaan siswa untuk mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor siswa. Namun, dalam pelaksanaan, siswa tidak diarahkan untuk mengembangkan kompetensi tersebut.
Dalam proses pembelajaran, guru terlalu mengedepankan penguasaan kognitif siswa. Guru menjejali dengan pekerjaan rumah yang hanya mengasah kemampuan kognitif siswa. Hal ini tentu bertentangan dengan paradigma pembelajaran student centered learning (SCL).
Siswa tidak aktif dalam pembelajaran, tetapi siswa pasif menerima informasi dari guru. Guru masih tetap mengejar terselesaikannya pokok pembelajaran agar tuntas menjelang akhir semester. Guru menjejali siswa dengan tugas-tugas yang banyak tanpa memberikan feedback kepada siswa. Anehnya lagi, guru memberikan tugas tidak selektif. Tugas yang diberikan guru dengan mudah ditemukan jawabannya dengan melakukan brosing di internet.
Hal ini tentu tidak mengarahkan siswa untuk melatih kemampuan berpikir kritis sejak dini. Setelah guru menerima tugas tersebut, guru tidak berusaha untuk mengulas tugas itu di kelas. Tidak ada tindak lanjut guru terhadap tugas yang telah dilakukan oleh siswa. Siswa juga tidak memahami tugas yang telah dikerjakan. Siswa hanya melakukan copy-paste dari internet tanpa berusaha memahami tugas tesebut.
Siswa dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah selalu berbantuan internet. Sebagian besar siswa memiliki telepon pintar. Walaupun siswa dilarang membawa telepon ke sekolah, siswa menggunakan piranti tersebut di rumah. Kebiasaan siswa dalam mengerjakan tugas sekolah berbantuan telepon pintar sangat mengkhawatirkan perkembangan hard skill dan soft skill siswa.
Siswa tidak berusaha memahami apa inti tugas yang dikerjakan siswa. Dengan berbantuan piranti canggih tersebut, akan berdampak pada sikap sosial siswa. Interaksi dengan teman dalam menyelesaikan tugas sudah berkurang. Siswa sudah mendapat jawaban dari internet. Siswa menganggap jawaban yang telah diperoleh dari internet merupakan jawaban yang benar tanpa ada usaha untuk menelaah kembali.
Akibat dari kebiasaan siswa seperti itu, siswa jadi malas membaca. Siswa dalam menjawab tugas yang ada dalam buku teks tidak diawali dari membaca teks bacaan. Siswa langsung menjawab soal dan mencari jawaban di internet.
Kebiasaan siswa tersebut dilakukan untuk semua mata pelajaran. Fenomena ini tentu akan berdampak pada pengembangan berpikir kritis siswa. Siswa hanya menerima jawaban dari internet tanpa menelaah apakah jawaban itu benar atau salah. Hal ini tentu mengakibatkan siswa tidak melatih kemampuan berpikirnya. Permasalahan tersebut perlu dicarikan jalan keluar dengan menerapkan strategi pembelajaran tertentu sehingga kemampuan berpikir siswa dapat dikembangkan sejak dini.
Fenomena ini akan terus terjadi. Peran orang tua sangat penting untuk membatasi penggunaan handphone. Ketika anak membuat PR, orang tua hendaknya menyediakan dan meluangkan waktu mendampingi anak dalam membuat PR. Cara instan yang dilakukan siswa memberikan dampak negatif bagi siswa. Siswa tidak melatih keterampilan membaca, tetapi siswa hanya terampil berburu informasi tanpa memahami apa yang dibuat.
Orang tua perlu menjelaskan kepada anak apa efek negatif penggunaan handphone. Orang tua, sebagai pendamping, bisa memberikan bagaimana memanfaatkan handphone dengan baik. Orang tua perlu membuat “kontrak” dengan anak berkaitan penggunaan handphone. Apabila tidak dilakukan kesepakatan, anak dengan leluasa menggunakannya. Dikhawatirkan, tanpa kontrol orang tua, anak akan menghabiskan waktu hanya berkutat dengan game online.
Di samping peran orang tua, peran guru juga sangat penting untuk memberi arahan bagaimana cara menggunakan handphone dengan baik sehingga handphone dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya. Memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan di rumah memang sangat penting untuk mengembangkan kompetensi siswa, tetapi peran guru harus berubah. Guru berperan sebagai learning manager. Guru mampu memosisikan diri sebagai manajer dalam pembelajaran.
Keterampilan guru dalam melakukan fungsi sebagai manajer berupa keterampilan guru dalam memanfaatkan smartphone sebagai sumber belajar. Guru melatih dan meningkatkan kemampuan siswa mengarah pada kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skill). Tentu tingkatan berpikir siswa disesuaikan dengan perkembangan psikologis dan umur siswa. Tuntutan berpikir tingkat tinggi siswa SD berbeda dengan siswa SMP. Hal ini perlu mendapat perhatian guru sehingga proses berpikir kritis siswa terlatih sejak usia Sekolah Dasar.
Cara yang bisa dilakukan guru untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan cara melatih kemampuan siswa berargumentasi. Siswa mampu menggali lebih dalam informasi yang diperoleh dari internet. Hal ini penting dilakukan karena selama ini ranah yang dominan dikembangkan adalah ranah kognitif siswa. Seharusnya porsi yang lebih besar dikembangkan adalah ranah psikomotor dan memadukan dengan ranah afektif.
Tugas siswa tidak hanya berhenti apabila siswa telah mengerjakan tugas itu. Perlu ada tindak lanjut terhadap PR yang dibuat siswa. Selama ini, guru hanya memberikan nilai dan memberikan komentar terhadap tugas siswa. Guru dituntut untuk menerapkan kemampuan manajerialnya. Apa yang dipelajari dan apa yang dikerjakan siswa bermanfaat bagi siswa sehingga siswa mempunyai pengalaman dalam proses pembelajaran.
Manajerial dalam mengaktifkan siswa perlu dimiliki guru. Guru hendaknya mampu berinovasi dalam pembelajaran untuk menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan pada disrupsi teknologi pada saat ini. Buku teks pada saat ini bukan merupakan satu-satunya sumber belajar. Siswa secara masif menggunakan kecanggihan teknologi komunikasi (smartphone).
Penggunaan teknologi komunikasi tersebut perlu diarahkan sehingga penggunaannya bermanfaat bagi siswa. Apabila tidak diarahkan, siswa akan menjadi pengguna pasif yang hanya menerima informasi tanpa melatih kemampuan untuk menelaah informasi tersebut.
Meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa merupakan bentuk kemampuan manajerial guru dalam pembelajaran. Guru sudah mempunyai ancangan untuk meningkatkan kemampuan siswa berpikir kritis. Peningkatan kemampuan tersebut terus ditumbuhkan sehingga siswa mau membaca hasil pencarian di Google. Siswa benar-benar mengerti tentang tugas yang dikerjakan siswa. Hal itu memberikan efek positif bagi siswa. Di samping untuk meningkatkan pemahaman, siswa juga dilatih untuk berargumentasi dengan mengutarakan pemahamannya terhadap tugas yang telah diselesaikan.

I KETUT SUAR ADNYANA
Lahir di Buleleng, 15 Mei 1967. Saat ini bekerja sebagai dosen di Universitas Dwijendra.