SEPANJANG TIDUR KITA | puisi Eny Sukreni
Sepanjang Tidur Kita sepanjang tidur kita malam kerap tertawa setiap kali mengulang mimpimimpi siang yang kadang berayunayun di udara manakala mata terbuka semua tinggallah pendar dan matahari telah ramai di halaman kitapun lari entah mengejar atau mengenang Pohon Madu Di Kotaku alangkah tingginya pohon madu di kotaku julang tak kepayang juntai tak tergapai begini tawar lidahku berkawankawan tetamu datang menjilati tetes madu dan joan di genggaman tak menjangkau pohon yang tinggi itu aku gigil di kotaku manakala orangorang telah lihai memanjat aku baru saja terjatuh dari pohon kecil lalu menggelinding hampir ke tebing tapi di tebing itu ada sisa akar yang terbakar pohon madu tak berdaun rindang pada akarnya aku berpegangan Kepada Kata kembali kepada kata seperti sebuah alarm yang dipasang jelang tidur tatkala berdentang kitapun lena oleh pejam kadangkala ia bermata berkuku tajam dan mengaum malam hari kadang seperti subuh dingin lalu menjadi hangat manakala anak matahari mulai terbangun bilamana kata adalah kelabang merah orangorang akan berhenti memimpikan embun siang hari seperti alarm kehilangan dentang melewatkan sedap malam yang mekar di jamjam itu tanpa katakata buruburu menutup pintu Di Bangsal ada sapa beterbangan di mulut pantai buih yang menghapus jejak meninggalkan asin berharihari bilamana pagi mendapati perahu menepi di bangsal ruang tunggu bagai pucukpucuk yang sedang rindu dedahan yang hanyut di seberang sana kian tirus termakan kupu angannya hilir mudik berlompatan mengombak sepanjang jarak mereka suka bermalam-malam sembari meneguk tanya masihkah perahuperahu mengapung setia mengantar kepulangan kita Laku Ikan Bermahkota entah mulai kapan, mataku terpikat pada ikan bermahkota, di aquarium putih bagai buntalan kapas kecintaan bermawar kepalanya memagutmagut gelembung ingin mata yang tak kedip menitipkan sunyi, pada karang buatan siripnya melaurkan lelap samudra yang tak kunjung terlihat ujungnya megapmegap menyimpul air jadi titian, tempat menyeberang mimpi Candrika kubaca manuskrip tubuhmu barisbaris mengantarku, pada riwayat kelahiran napas yang tertahan malam yang bertahan jarum jam bersahutan candrika alurmu demikian cekam bidan yang kehilangan sahurnya ditikam bakal keajaiban berdarahdarah tanpa perban di muara ketuban syair semalaman membelit kulitmu membangunkan anak matahari putih kekuningkuningan nyaris tanpa tangis menjadimu candrika Pipa Waktu aku memasang pipa pada jam di atas meja agar waktu tak begitu saja berjatuhan ke arah ibu ke arah halaman merah jambu suara itu adalah rindu yang telah senja rintik hujan selalu menajamkan bayang-bayangnya tatkala jendela terbuka dan waktu mengalir dari pipa yang kupasang itu

ENI SUKRENI lahir di Pemenang, Lombok Utara, 24 Agustus 1987. Menyelesaikan studi pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni STKIP (kini Universitas) Hamzanwadi. Puisi-puisinya antara lain terbit di surat kabar Media Indonesia, Indo Pos, Riau Pos, Banjarmasin Pos, Sumut Pos dan Suara NTB, selain juga tersimpan dalam beberapa buku antologi bersama.
Gambar utama: Foto oleh Mpho Mojapelo di Unsplash.