CandikataEsaiSastraSeni

Pembaptisan Yesus dalam Tiga Puisi Latin

oleh Mario F. Lawi

Hari Raya Pembaptisan Yesus, yang dirayakan oleh Gereja Katolik setiap tanggal 13 Januari, menandai transisi dari Masa Natal ke Masa Biasa. Hari raya tersebut sering juga disebut sebagai Hari Raya Epifani Trinitas, karena dalam pembaptisan Yesus di Sungai Yordan, Allah Bapa dan Roh Kudus hadir dalam wujud suara yang menggelegar dan burung merpati.

Komentar tentang Epifani Trinitas tidak kita temukan dalam Injil, tetapi kita peroleh dari tulisan-tulisan para penulis era Patristik. Juvencus, Proba, dan Sedulius, tiga penyair Romawi Kristen dari periode abad IV-V Masehi, menulis ulang peristiwa Pembaptisan Yesus dalam puisi-puisi alkitabiah mereka.

Puisi-puisi ketiga penyair tersebut ditulis dalam metrum heksameter: Juvencus dan Sedulius dalam puisi-puisi epik tentang Yesus Kristus, Proba dalam puisi centonya. Meski sama-sama bermetrum heksameter, cento dibedakan dari puisi epik karena sejarah dan bentuknya. Menurut Christian Hoch, cento merupakan puisi yang sepenuhnya berupa rakitan dari baris-baris karya penyair lain, dan ditulis dengan maksud sebagai pastiche, parodi, kontrafaktur, dan lain-lain, atas karya hipoteks seperti yang dilakukan Ausonius (cento parodi), Hosidius Geta (cento pastiche) dan Proba (cento kontrafaktur).

Informasi dari Hieronimus adalah sumber terbesar biografi Juvencus, seorang imam Spanyol yang menulis epik dalam empat buku berdasarkan keempat Injil, terutama Matius. Puisi epik Juvencus berjudul Evangeliorum Libri Quattuor (Empat Buku Injil, selanjutnya akan disingkat ELQ). ELQ adalah puisi epik Latin alkitabiah pertama dalam tradisi Barat dari periode Late Antiquity. Dalam tradisi sastra berbahasa Yunani dan Latin, puisi epik ditulis dalam metrum heksameter, metrum yang digunakan oleh Homeros dan Vergilius, dua penulis puisi epik terbesar dari bahasa Yunani dan Latin.

Di bagian pembuka epik, Juvencus menyatakan dirinya sebagai penyair epik ahli waris kedua penyair tersebut. Juvencus menegaskan dalam “recusatio” bahwa tidak seperti kedua penyair pagan yang mengisahkan dusta, ia tampil sebagai penyair epik yang menyampaikan kebenaran. Jika epik kedua penyair tersebut mendatangkan kemasyhuran jangka panjang, maka si penyair Kristen berpendapat bahwa epiknya pun akan mendatangkan pujian abadi baginya. “Recusatio” sejenis digunakan juga oleh Proba dan Sedulius untuk membuka puisi-puisi mereka.

Menurut catatan Hieronimus, Juvencus memindahkan kisah Injil ke dalam epiknya “paene ad verbum,” nyaris kata demi kata. Kisah Pembaptisan Yesus direkam di buku 1, baris 346-363. Sumber baris-baris tersebut adalah Matius 3: 13-17.

Meski nyaris kata demi kata, ada sejumlah penyesuaian dan penafsiran yang dilakukan Juvencus dalam puisi epiknya, termasuk penggunaan ungkapan yang diambil dari karya Vergilius. Untuk membuka dialog antara Yohanes dan Yesus, Juvencus menggunakan ungkapan “talia fatur” dan “haec memorans”, “begini katanya”, rumusan pembuka pernyataan langsung dan pidato dalam epik Aeneis. Rumusan tersebut diadaptasi John Milton dalam epik berbahasa Inggrisnya, Paradise Lost, misalnya, ketika mengisahkan konsili Setan dan kaumnya.

Dalam versi Latin, ungkapan pertanyaan Yohanes kepada Yesus dimulai dengan pronomina “engkau” yang merujuk Yesus. Fleksibilitas bahasa Latin memungkinkan pembalikan susunan kata tanpa mengubah makna kalimat. Pronomina di awal kalimat yang merujuk Yesus berbeda dengan susunan versi Injil Vulgata. Dalam versi Vulgata, pernyataan Yohanes dibuka dengan kata “ego” (aku).

Juvencus memang sering memindahkan ungkapan-ungkapan dari karya Vergilius ke dalam epiknya. Beberapa hal lain yang perlu dicatat dari pengisahan Juvencus tersebut: ia menggunakan kata “septemflex” (tujuh lapis, baris 356) untuk merujuk surga, di adegan ketika burung merpati turun. Peristiwa tersebut juga menandai proses permandian oleh Roh Kudus (Et sancto flatu corpus perfudit Iesu—dan Tubuh Yesus disirami oleh embusan kudus).

Di baris terakhir kisah Pembaptisan, Allah dalam puisi Juvencus mengungkapkan bahwa Yesus berasal dari-Nya (ex me), rumusan iman yang senantiasa diulang umat Katolik dalam syahadat Nicea-Konstantinopel (ex Patre natum). Kata yang sama, septemflex, digunakan Proba, penyair lain dari kalangan bangsawan yang berasal dari periode yang sama dengan Juvencus, untuk merujuk Roh Kudus di pembuka centonya, Cento de Laudibus Christi (Cento tentang Kemasyhuran Kristus).

Peristiwa Pembaptisan Yesus sendiri dikisahkan Proba di baris 387-414. Proba memanjangkan sabda Allah Bapa dalam centonya dengan menggunakan baris-baris dari adegan ketika arwah Faunus berbicara kepada Latinus untuk menikahkan putrinya dengan orang asing, juga ketika arwah Anchises berbicara tentang nasib bangsa Romawi. Janji Allah ditampilkan melalui baris-baris yang sebelumnya menubuatkan pernikahan leluhur dan ramalan nasib bangsa Romawi. Konteks kerajaan duniawi dalam epik Vergilius diubah Proba dalam centonya menjadi pernyataan tentang kerajaan surgawi masa depan (regnum futurum)yang dipersiapkan Kristus. Karena sepenuhnya mengandalkan baris-baris dari Vergilius, Proba tidak bisa seperti Sedulius dan Juvencus yang menggunakan nama Yesus dan Yohanes dalam puisi-puisi epik mereka.

Dalam epik Carmen Paschale (Nyanyian Paskah) Buku 2, baris 139-174, Sedulius, penyair Romawi abad kelima, mencatat peristiwa Pembaptisan Yesus. Sedulius membuka bagian Pembaptisan dengan mengingatkan kembali peristiwa di seputar kelahiran Yohanes Pembaptis. Nabi yang kelahirannya membuat ayahnya kembali berbicara itu berseru di awal kisah: “Agnus ecce Dei veniens peccatum tollere mundi”, “Lihatlah Anak Domba Allah yang datang untuk menghapus dosa dunia.”

Setelah bagian tersebut, Sedulius menambahkan beberapa baris komentar yang menyatakan bahwa melalui pernyataan Yohanes tersebut, Yang Tak Berdosa datang menghapus dosa karena dosa berbahaya dan mematikan. Sungai Yordan menjadi bersih dan terberkati dengan masuknya Yesus ke dalamnya.

Di akhir kisah, Sedulius menyampaikan komentarnya tentang turunnya merpati dan suara Allah Bapa sebagai hadirnya Allah Tritunggal secara penuh:

Egrediens siccas dominus calcavit harenas,

Confestim patuere poli, sanctusque columbae

Spiritus in specie Christum vestivit honore

Mansuetumque docet multumque incedere mitem

Per volucrem quae felle caret, natoque vocato

Voce patris triplici Deus ex ratione probatur,

Quo pater et natus, quod spiritus est ibi sanctus

Ketika Tuhan menapaki pasir kering,

Seketika surga terbuka, dan Roh Kudus dalam rupa

Merpati memakaikan Kristus kemuliaan,

Mengajarkan bahwa ia bergerak dengan halus dan lembut

Melalui burung tak berempedu, sebagaimana Putra disapa

Suara Bapa, Allah ditunjukkan dalam tiga cara.

(baris 167-172)

Ketiga puisi tersebut menunjukkan peristiwa Pembaptisan Yesus tidak hanya sebagai peristiwa Epifani Trinitas, tetapi juga sebagai titik awal pewartaan Yesus. Yesus yang bermandikan Roh (Juvencus) adalah Ia yang mengenakan kemuliaan (Sedulius), dan siap sedia menjalankan perintah Bapa demi kerajaan masa depan (Proba).

Ketiga penyair mengadaptasi diksi hingga bentuk dari puisi-puisi terdahulu dengan cara berbeda, mengganggu kemapanan hipoteks para penyair pagan dengan memasukkan Kristianitas dalam hiperteks, sambil menyisakan tilas-tilas profil pahlawan epik Romawi dalam menggambarkan Kristus. Siasat tersebut digunakan untuk menampilkan Kristus secara berbeda dengan tujuan mengungguli model-model dalam epik Vergilius.

MARIO F. LAWI, penerjemah dan penggemar karya-karya sastra berbahasa Latin. Ia menerjemahkan sejumlah puisi para penyair berbahasa Latin ke dalam bahasa Indonesia, seperti Catullus, Vergilius, Ovidius, dan Martialis.

Gambar utama: Foto oleh Yoann Boyer di Unsplash.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *