Nota Tentang Perpisahan | puisi Gilang Sakti Ramadhan
Nota Tentang Perpisahan udara yang terbakar berjaga pada kota ini akankah dingin yang kita pelihara mampu menetaskan kehangatan? di jalanan, kau dijemput bus meninggalkan aku dan kota ini sejauh ribuan kilometer. pikiran dan kehendakku terperangkap di kota ini bersama kekalahan yang kuperoleh dari diriku sendiri. aku melihat rambu-rambu hati-hati terbaca sebagai titah terakhirmu padaku: pergi menuju tempat paling sepi tidak ada kendaraan, tidak ada kantor. jangan bernapas, hanguskan diri di udara. Nota Tentang Kelahiran kelahiran minta diperbaharui. batas nyawa ibu, batas nyawa kita keduanya berseru: jangan hinggap; kembali ke tempat sebelum berangkat. filamen pusar, menjerat dengan sangsi kita tak pernah sempat menemukan jalan keluar. tidak ada tempat aman kesakitan di mana-mana, kita tak bisa ke mana-mana. Nota Tentang Hari-hari Esok kabar buruk adalah kerabat dekat yang sering kujumpai di kota ini bila malam hari, ia gemar menginap di kamarku yang kecil, dan akan menguasai hampir seluruh bagian kasurku. sebelum sarapan ia sering memintaku memperhatikan pagi yang meleleh sebab kota mulai berasap. saat sarapan. ia memotretku saat memandangi wajah orang asing saling hantam dan acuh tak acuh satu sama lain. setelah sarapan ia mengirimiku potret itu, dan berencana akan memampangnya di kamarku sembari berkata; “agar aku senantiasa menghantuimu.” bila malam tiba lagi ia menunggu di persimpangan jalan rumahku telah ia susun rencana tentang apa saja yang akan ia lakukan pada besok besoknya lagi kemudian besoknya lagi sampai besoknya lagi. Nota Tentang Keberlangsungan suatu hari, jam menggigilkan lapar musim hujan menutup toko-toko 24 jam kita berusaha memisahkan sisa makanan dari sela-sela gigi dengan ciuman kucecap bibirmu, dan kurasakan umpatan, harapan, serta kesedihan, perlahan kehabisan tenaga. Nota Tentang Penantian malam-malam mencatat mimpi burukku mimpi burukku menandai orang-orang orang-orang dengan aroma kebutaan kebutaan menguatkan perayaan sungkawa sungkawa meriah dalam lorong lorong yang dinyalakan gelap gelap menyilakan aku mencatat mencatat mimpi burukku malam-malam. Aan Mansyur saat kita jatuh cinta adalah malapetaka

Gilang Sakti Ramadhan lahir di Ampenan, Lombok, 28 November 2000. Alumnus program Belajar Bersama Maestro (BBM) bidang teater di Teater Satu, Lampung. Ia mendirikan dan mengelola Kedai Buku Klandestin dan turut terlibat di Komunitas Akarpohon, Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Gambar Utama: Foto Steve Johnson di Unsplash