MALAM | puisi-puisi Aris Setiyanto
Malam Malam bagai selapis kulit Kerisik jangkrik dan halimun Menggantikan purnama Di lima belas hari seusai sua Misal aku mendongak Satu sinar kerdipkan senyum Tetapi aku, aku sama sekali Meski di ujung warna ia hidup Malam serupa seluruh waktu Pernah aku jalani Menikahi kesepian Menghitung gemawan ikrar Misal aku percaya Ia datang, ia yang hanya bayang Dalam hatiku, mengapa? Ia Masih saja aku menanti 2020 Kemerdekaan Membayangkan engkau aku telusuri seluruh luas Yang mana saja aku pilih—yang gelapkan langit dwiwarna Aku ada di antara engkau yang masih tinggal luka Pada tiap jembatan berdarah; senoktah langkah syuhada, pengorbanannya dan yang ditinggalkan Dalam kibar tanpa rentetan mesiu mengawang sampai jantung, Muara air mata itu ruah sementara doa tak henti dikecup bibir. 2020 Kini Aku Kini aku sebatang kara Bisik malam dan keriput bulan, Tiada pernah lagi menggugah Menuju-Mu tak tergapai jemariku Sementara kedatangan hujan pertama, Aku memetik mimpi dan Ayah tinggalkan Tak aku kenali lagi siapapun Saat terjaga Sungguh, aku pun ingin di sana Mengafani luka kakek Agar tak kedinginan Menunggu zaman yang akhir Sembari menebar kelopak-kelopak doa Dan tanganku yang lara, Terus melangitkan sepersi Menuju meja biru 2020 Kali Progo Di atas jembatan itu Di ketika laju lalang Para kawula, hilang kepala dari badan Tercurah darah menuju laut merah Tak cukup dipenggal masih Dihujani timah panas Van Der Zee yang durjana Namun, tak ada sesal menggantung Dalam hatinya, para syuhada; Aku tak kecewa Aku rela mati untuk cita-cita Suci nan mulia Indonesia merdeka Adil, makmur, bahagia. Para kawula, kini Usah kau sia masa, mari wujudkan pengorbanan pahlawan! 2020 Corona Dwiwarna yang di dadamu Masihkah ia kibar? Rikala daun-daun mendung itu jatuh Aku ingin mendekapnya Merumahkannya bersama rindu ibu Esok aku pulang Aku yang hidup dalam mimpi Aku yang menaiki truk gelap melarungkan suap Aku yang dipulangkan, usai bersua polisi budiman Tiap malam perutku berpuisi Lengkingnya membuat aku terjaga Aku menanti pintu kamar itu diketuk pemerintah Dan sekarung beras jatuh dari langit, tetiba Jika esok aku butuh menjadi utuh Aku harus kembali menikahi kota urban ini Agar perut tak lagi memuisikan derita Sebab dwiwarna dirundung nestapa 2020

Aris Setiyanto lahir 12 Juni 1996. Tinggal di Temanggung, Jawa Tengah. Menyukai anime dan idol. Juara 3 lomba cipta cerpen Kopisisa 2019, juara harapan 2 lomba cipta puisi 2019 dan Juara 3 lomba cipta puisi Kopisisa 2020. Buku puisinya, “Lelaki yang Bernyanyi Ketika Pesawat Melintas”, diterbitkan oleh Tidar Media (2020). Karyanya termuat di Majalah Kuntum, Koran Purworejo, Koran BMR FOX, Majalah Raden Intan News, Koran Sinar Indonesia Baru dll.