IA BANGUN KOTA-KOTA, IA BANGUN KATA-KATA | puisi-puisi ADNAN GUNTUR

IA BANGUN KOTA-KOTA, IA BANGUN KATA-KATA

hujan meluruhi mimpi, tetesan air, jatuh melampaui kegelisahan yang menempel pada batu kematian, liang pemakaman dipenuhi burung sambil menimang pikiran dan hari liar di dalam punggungku 

kukitari wajahmu sambil mengontrol perjamuan dan kesibukan-kesibukan, tekanan, menjegali ngilu dan gigil tidurmu pada tidurku di pusat lingkaran, memandang langit sambil menggali kelaparan embun matahari

kau tak peduli meski mereka mengantar dirinya sendiri menabraki tiang dan lampu listrik, di sepanjang kota, mereka terdiam dari hitam rambutmu yang berdesakan, menutup berpasang-pasang cahaya dari suara nyanyian 

kupapah alam mimpi, meninggalkan petilasan  dan membedahnya dengan perapian jantungku, seketika kau menganyamnya dengan masa silam, kumpulan dunia, bukit pesta, pesawahan, ataupun jalan raya;

tak ada rasa dingin yang memutuskan dirinya menjadi hal yang lain 

bahasa semakin jenuh, bangkai-bangkai mengenali pintu setelah tertutup bersamaan jidat yang melilit melalui karung dari pinggiran sungai dan got-got kota

adalah keindahan tak bersuara, jalan lurus di atas lembab batang kayu, rumah dan bayang-bayang, di sela rimbun sisa-sisa kecantikan yang mendorongnya menjadi air 

kau tertangkap di situ, bunga-bunga, terhisap pasrah untuk membangunkan ciumanku, menenun kelopak yang membidak di sepasang potongan dan lelehan cahaya 

Surabaya, 2022


DI ATAS TONGKAT INI IKAN-IKAN BERHAMBURAN

dadamu melintas dipucuk lirih pagi kupu-kupu, sepasang angin menerima kidung dari kesudahan rimbun pohon dan bau matahari, menampah risalah yang kunjung menjulang kayu patah 

kau ajak jalan menuju menebali rumah ibadah, asap adalah doa yang menyahut pagi dari subuh yang sesekali mirip anjing, bahasa semakin purba, menggambarinya dengan suara dan dingin sorga

menyala seperti kekekalan pasir, sunyi menyalak mata dan detak jantung, kukunyah kebekuan dimana siapa saja tak kau kenali meski kadang gerimis menaburi getah reramai wajah kita

ditepi ini anak-anak memutuskan diri menjadi pagar-pagar dan taman bermain 

sekali lagi, meski siapa aja menanami cermin dari kerumunan-kerumunan laki-laki ataupun perempuan, sesuatu itu, sekali lagi, di atas tongkat ini ikan-ikan berhamburan

Surabaya, 2022


NYANYIAN SUNYI

sembilan anak tangga direndami air dan kutuk sunyi malam, atap-atap tak bisa kutangkap sebagai jantung puisi, bulan turun menyeka tubuhmu, menyerap hujan dari cahaya yang bersembunyi dipucuk ciuman badai, menggeletar lelangit tubuhku

tubuhmu kian menjadi lumut, pusara waktu yang diam diantara kekekalan dan burung-burung kematian, wewangi sesaji ataupun kegelapan telah melipati peluh hatiku yang menyelam ke kedalaman sorga 

maka, berhentilah kita melalui kehendak dan nyanyian sunyi yang kedap oleh warna gelap! 

meluruh-lewati mimpi, hatiku telah menaklukkan menara pagoda dari keremangan bangkai juga hantu-hantu, relung dahan rimbun dan bau dupa menyalak seperti anjing, membawa lengkung doa yang menjulur dari lukisan diantara tiang-tiang tubuhmu

tuhan telah datang dengan nyala cahaya dan gelap bumi, berbaris-baris jejak tertelan lenganku, tumbuh dari sebatang dahan pohon suaramu, melipati matahari dan membakar kenetraan yang pergi dari sekuntum peoni 

Surabaya – Sidoarjo, 2022


BUNGA YANG PERTAMA KALI TURUN DARI TANGANMU

dan kalaupun hujan jatuh, rerimbun pohon rubuh dari eden mengekali kejernihan bunga yang pertama kali turun dari tanganmu, burung-burung beterbangan, meriuhkan nyanyian dan mimpi yang tertimbun di rerimbun rambutmu yang berkelok

langit bersiluruh mengiklankan mumi dan makhluk asing dalam peperangan, namun, kau tak perlu takut, nona, lelawa beterbangan bersama angsa putih yang melempari mereka dengan nyenyala matahari

“aku kan jatuh, bila tubuhmu menghiasi awan yang bersemayam dalam penerangan sorga”

nona, lenganku adalah laut dalam yang menempuh berpuluh juta kecepatan cahaya, menapaki kegelapan dengan bahasa kasih dari bunga-bunga

Surabaya, 2022
adnan-guntur

Adnan Guntur, kelahiran Pandeglang tahun 1999. Telah menyelesaikan studi di Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Airlangga. Aktif berkegiatan di Teater Gapus, Bengkel Muda Surabaya, Wara-Wara Project, dan Sanggar Arek. Kumpulan puisinya, Tubuh Mati Menyantap Dirinya Sendiri (Skriptorium, 2022).

*Gambar Utama: Foto Loekfan Sjaifoedin di Unsplash

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *