HIKAYAT MINYAK GORENG | puisi ISBEDY STIAWAN ZS
HIKAYAT MINYAK GORENG : episode satu istriku mengingatkan, mulai esok tanpa sajian dengan minyak goreng. selain langka juga musim batuk. tenggorokan gatal, kelak dikira umicron oleh petugas medis "bukankah pekan depan kau ke jakarta. walau luhut menjanjikan hapus segala yang merepotkan perjalanan, tapi harus pula menduga 'serangan batman' apa lagi?" ujar istriku, semanis gulagula dan seranum buah apel mulai esok hari keluargaku meniadakan makanan yang berjenis gorengan. istriku tak mau antre; gerah dan melelahkan; 'mati bukan dalam guyuran minyak goreng' apakah pohon kelapa sawit tiada, atau pabrik minyak goreng gulung mesin? 9 Maret 2022 HIKAYAT MINYAK GORENG : episode 2 isteriku bertanya, siapa yang bermain dengan minyak goreng - memainkan minyak goreng - sedang tanah air subur ini masih banyak lahan sawit, nyiur masih berdendang? aku teringat diskusi di KGM sore kemarin bersama teman; ini semua permainan obligasi untuk menaikkan kekuasaan di hadapan penguasa dan politisi "lihatlah, partai politik berlomba helat pasar murah, bagibagi gratis minyak goreng. begitu pun penguasa. artinya minyak goreng tak langka, bukan?" katanya. ia menyebut permainan ini adalah biadab! saatnya kita boleh menulis babi atau anjing. setelah istilah kadrun, unta, biawak, kawasan jin buang... ia tak meneruskan. bicara lain, waktunya para ibu boikot segala urusan politik; pemilu yang katanya mensejahterakan istriku merebus singkong, padahal aku suka singkong goreng. "kau mau boikotku? aku lebih dulu!" bentaknya RUANG Isbedy Stiawan ZS, 12 Maret 2022 HIKAYAT MINYAK GORENG : episode 3 apakah hidup ini cukup dengan heboh ke heboh (penghebohan)? minyak goreng ludes di pasar sementara kebun sawit terbentang dari merauke ke sabang ibuibu antre di bawah matari memanggang seliter minyak goreng seharga 70 ribu rupiah, kutahu dari media terjadi di pulau sana sedangkan singkong atau ikan yang ingin digoreng di bawah harga seliter itu apakah menghidupi bangsa ini cukup heboh ke heboh agar negeri diangap belum mati? dibuktikan oleh riuh yang paling gaduh: pemilihan raya ditunda atau ditolak. tak perlu pcr-swab-antigen di bandara, terminal atau pelabuhan tapi belum ada surat keputusan seliter minyak goreng 70 ribu rupiah dibayar tunai, di tumpukan pemilu ditunda, jabatan presiden ditambah satu periode lagi. satu periode demi... . selesaikan minyak goreng yang langka harga naik melebihi seliter bebeem ataupun sekilo beras + mineral + sebungkus rokok "aku batukbatuk, tenggorokan gatal, flu flu flu! masuk rumah sakit, lupa apa yang ingin digoreng?" RUANG, Maret 2022 SUBUH bangunlah. sebelum cahaya mencubit pipimu. membelai rambutmu dan membangunkan di pembaringan lain bangunlah. selagi ada yang memanggil dan mengajak pesiar jauh. ke langit tujuh? laut tak terukur. jejak tak kenal umur bangunlah. jika tiada memanggilmu lagi apa bisa kau melangkah: tunduk dan sujud, tegak dan tengadah 2022 KALIMAT TERAKHIR YANG MASIH KUINGAT setelah kalimat terakhir, "ampuni, aku termasuk lalai dan..." aku pun berangkat tanpa tahu mana rumahku nanti tak kupikir lagi ihwal jalan selain melangkah menyeret terompah di panas tanah di dingin laut di tajam hutan sampai pada bukit yang sepi sekali tapi itu bukan rumahku yang kau sediakan...

Isbedy Stiawan ZS, lahir di Tanjungkarang, Lampung, dan sampai kini masih menetap di kota kelahirannya. Ia menulis puisi, cerpen, dan esai juga karya jurnalistik. Dipublikasikan di berbagai media massa terbitan Jakarta dan daerah, seperti Kompas, Republika, Jawa Pos, Suara Merdeka, Pikiran Rakyat, Lampung Post, Media Indonesia, Tanjungpinang Pos, dan lain-lain. Buku puisinya, Kini Aku Sudah Jadi Batu! masuk 5 besar Badan Pengembangan Bahasa Kemendikbud RI (2020), Tausiyah Ibu masuk 25 nomine Sayembara Buku Puisi 2020 Yayasan Hari Puisi Indonesia, dan Belok Kiri Jalan Terus ke Kota Tua dinobatkan sebagai 5 besar buku puisi pilihan Tempo (2020). Buku-buku puisi Isbedy lainnya, ialah Menampar Angin, Aku Tandai Tahilalatmu, Kota Cahaya, Menuju Kota Lama (memenangi Buku Puisi Pilihan Hari Puisi Indonesia, tahun 2014): Di Alunalun Itu Ada Kalian, Kupukupu, dan Pelangi, dan Kau Kekasih Aku Kelasi (Siger Publisher, 2021), Masih Ada Jalan Lain Menuju Rumahmu (Siger Publisher, 2021), Tersebutlah Kisah Perempuan yang Menyingkap Langit (Teras Budaya, 2021), Buku Tipis untuk Kematian (basabasi, 2021), Mendaur Mimpi Puisi yang Hilang (Siger Publisher, 2022) dan Nuwo Badik, dari Percakapan dan Perjalanan (Siger Publisher, 2022).Kemudian sejumlah buku cerpennya, yakni Perempuan Sunyi, Dawai Kembali Berdenting, Seandainya Kau Jadi Ikan, Perempuan di Rumah Panggung, Kau Mau Mengajakku ke Mana Malam ini? (Basabasi, 2018), dan Aku Betina Kau Perempuan (basabasi, 2020), Malaikat Turun di Malam Ramadan (Siger Publisher, 2021). Isbedy pernah sebulan di Belanda pada 2015 yang melahirkan kumpulan puisi November Musim Dingin, dan sejumlah negara di ASEAN baik membaca puisi maupun sebagai pembicara. Beberapa kali juara lomba cipta puisi dan cerpen. Proses kreatif Isbedy Stiawan ZS menjadi tesis Pascasarjana Fitri Angraini di FKIP Universitas Lampung (Unila) kemudian terbit sebagai buku bertajuk Dunia Kreatif Isbedy Stiawan ZS (editor Maman S. Majayana, Penerbit Aura Publisher).
Gambar Utama: Foto Dan-Cristian Pădureț di Unsplash.