CandikataCeritaSastraSeni

Empat Menit Terakhir di Hidupmu | Cerita Raihan Robby

Kau terbangun di ruang operasi di sebuah rumah sakit, entah kecelakaan apa yang menimpamu, atau penyakit apa yang telah diangkat dari tubuhmu. Kau merasa sangat sakit, sakit sekali. Nyeri di dadamu, pening di kepalamu, dan matamu cenat-cenut tak bisa melihat dengan jelas ruang operasi tempat kau berbaring kini.

              Kau mencoba untuk berbicara, napasmu tersengal-sengal. Kau mencoba merasakan tangan dan kakimu, semua kram tak bisa digerakan. Yang bisa kau lakukan hanya mendengar. Entah mengapa pendengaranmu kini lebih peka. Kau bisa mendengar bunyi mesin Elektrokardiogram yang mengukur detak jantungmu, awal mula suara mesin itu menakutkanmu, bunyinya yang berulang-ulang membuat semacam lagu penghabisan di telingamu. Kau mengalihkan pendengaranmu ke bunyi yang lain. Telingamu merasakan angin dingin dari Air Conditioning di sebelah kananmu, kau bisa medengar angin dingin yang keluar dari AC itu, naik turunnya plat besi di AC itu. Bahkan kau bisa mendengar suara cicak yang bercinta di sudut ruangan.

              Kau mencoba mengingat apa yang telah terjadi denganmu. Yang kau ingat hanyalah kau sedang tertidur di ranjangmu yang hangat, sprei bergambar burung flamingo dengan bantal dan guling berwarna biru muda membuatmu tidur dengan lelapnya, saking lelapnya kau bisa mendengar suara dengkurmu sendiri. Lalu kau bermimpi panjang. Kau mencoba mengingat mimpi panjang itu, pikiranmu samar, mungkin kau bermimpi tentang seorang bocah yang berpetualang mencari ibunya yang diculik oleh penyihir jahat. Tapi kau ragu, mimpi itu lebih mirip cerita dongeng kesukaanmu. Lalu kau mengingat-ingat kembali, mungkin kau bermimpi sedang pergi menonton konser musik band kesukaanmu, di kota yang ingin sekali kau kunjungi, kau mengingat-ingat, apakah kota itu Paris, LA, Tokyo, atau sebuah pulau terpencil tempat konser musik band kesukaanmu diselenggarakan secara private. Kau tak yakin tempat mana yang paling ingin kau kunjungi sebelum kau mati.

              Kau meraba mimpi panjangmu, menyusun fragmennya satu demi satu. Setelah ingatanmu menyerah terhadap tempat yang ingin kau kunjungi itu. Kau meraba band apa yang sangat kau sukai hingga terbawa ke alam mimpi. Seingatmu, telingamu mendengar berbagai macam jenis musik, saat remaja kau mungkin mendengarkan lagu-lagu Neck Deep. Lagu December dan Wish You Were Here selalu terngiang di ingatanmu ketika itu, entah apa yang membuatmu menyukai band bergenre pop punk itu. Mungkin gejolak masa mudamu tentang percintaan dan telingamu yang lebih menyukai beat-beat cepat dan keras.Tapi, bukan itu band kesukaanmu kini. Ada yang lebih kau sukai, beranjak dewasa kau mulai mendengarkan lagu-lagu Paul Anka, yang paling kau sukai tentu saja Put Your Head on My Shoulder, lagu itu, kau lupa genrenya, seringkali kau putar, lebih-lebih ketika bersama kekasihmu yang seingatmu kini telah menjadi istrimu.

              Oh ya, di mana istrimu? Dan anak-anakmu? Sebentar, apakah kau yakin, kau mempunyai seorang anak? Bukankah tugas seorang istri dan anak adalah menemai suami yang tengah terbaring di rumah sakit? Seperti janji suci di altar yang kalian berdua ucapkan dan ditutup dengan sebuah ciuman. Tapi, apakah kau yakin benar bahwa kekasihmu yang dahulu itu kini menjadi istrimu? Dan mempunyai seorang anak yang lucu yang juga kau panggil dengan nama Paul Anka itu?

              Kau memaksakan ingatanmu terlalu keras hingga bahumu terasa sakit sekali. Sejenak mari kita lupakan perkara istri dan anakmu yang kau sendiri tidak yakin keberadaannya. Kau mencoba mengingat kembali band musik kesukaanmu itu. Tetapi tak bisa, ingatanmu melemah, semakin ingatanmu melemah, semakin kuat pendengaranmu.

              Kau mendengar langkah kaki seseorang yang memasuki ruang operasimu, sepertinya ia seorang dokter, kau tak yakin. Terdengar di telingamu suara pulpen dan beberapa lembar kertas yang di bolak-balikkan. Sepertinya dokter itu sedang mencatat sesuatu tentangmu, mungkin mengontrol dan merekam detak jantungmu atau sejauh mana perkembanganmu kini.

              Kau ingin menggerakkan jari-jarimu, memberikan tanda bahwa kau sudah siuman. Tapi kau tak mampu, kau mencoba membuka mata, tapi tak sedikit pun terbuka. Lalu langkah kaki itu kini menjauh, sepertinya dokter itu telah pergi meninggalkanmu.

              Telingamu mendengarkan sesuatu yang berada di luar pintu itu. Seperti sebuah suara orang sedang menyapu lantai, tapi kau ragu, kau mendengar lebih jauh, seperti seseorang tengah mengepel lantai. Ya, kau yakin seseorang tengah mengepel lantai. Ia juga bergumam, seperti sedang bernyanyi, suaranya buruk, bagimu.

              Kau mencoba mendengar lebih peka, apa yang sedang dinyanyikan oleh seseorang itu. Pendengaranmu lebih tajam, kau mendengar seseorang itu bernyanyi, I’ll take a quiet life, A handshake of carbon monoxide, With no alarms and no surprises. Bibirmu seakan ingin bergerak dan ikut bernyanyi, kau sangat akrab dengan lagu itu. Sepertinya inilah band kesukaanmu yang ingin sekali kau tonton itu. Kau mencoba menebak judulnya, tapi kau terus benyanyi di dalam hati. Di dalam komamu itu.

              Telingamu semakin akrab dengan lagu itu, bunyi yang dihasilkan mesin Elektrokardiogram seperti melodi gitar dengan paduan xylophone yang terus terngiang di kepalamu. Kau terus bernyanyi lagu itu, No alarms and no surprises, no alarms and no surprises, kau mengulanginya terus menerus.

              Tiba-tiba kau merasa ruang operasimu kini dibanjiri air, tubuhmu seperti melayang atau berenang seperti seekor ikan yang bebas dari aquarium setelah mengingat-ingat lagu itu, dan seluruh kecemasanmu kini menghilang.

Yogyakarta, 2021

Raihan-Robby

Raihan Robby lahir di Jakarta 09 Mei 1999. Kini tinggal di Yogyakarta, sedang menyelesaikan studinya di Sastra Indonesia UNY. Ia menulis cerita pendek, puisi, esai dan naskah drama. Karya-karyanya termuat di Antologi Puisi BBY 2020, Antologi Puisi Senigama Pascasarjana UGM, Majalah Mata Puisi, dll. Juga beberapa media online, seperti haripuisi.com, kurungbuka.com, kibul.in, dll. Menjuarai beberapa lomba cipta puisi, cerpen, naskah drama tingkat regional-nasional. Kini, sedang menyusun buku Kumpulan Naskah Lakon yang akan terbit pertengahan tahun ini. Dapat ditemui di Instagram/Twitter @raihanrby

Gambar Utama: Foto Annie Spratt di Unsplash

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *