DOSA | puisi Gusti Padang Guche
Cita-Cita Anak Kampung Ibu, aku berjanji setelah aku besar nanti Aku akan bersekolah setinggi mungkin. Aku akan menjadi orang yang takut pada Tuhan, dan berbakti kepada sesama. Aku akan berjuang untuk menjadi seorang yang mampu menegakkan keadilan dan memperhatikan orang kecil. Aku akan berjuang semampuku untuk menjadi jembatan bagi kepentingan banyak orang. Aku akan berjanji untuk menjadi penyambung lidah rakyat. Tetapi bu... Aku tidak mau menjadi ASN, sebab hidup mereka akan ditentukan oleh NIP. Aku tidak mau menjadi DPR, sebab mereka itu hanya pandai berbuat janji tetapi tanpa ada realisasi. Aku tidak mau menjadi Bupati, sebab banyak Bupati saat ini yang terseret kasus suap dan korupsi. Aku tidak mau menjadi Gubernur, sebab banyak Gubernur saat ini hanya mampu berteori tetapi tidak memberikan solusi yang tepat. Aku juga tidak mau menjadi Presiden, takutnya aku tidak bisa melawan para penjilat dalam negeri ini. Pasti ibu akan bertanya padaku, “lalu kamu akan menjadi apa kelak?”. Katanya kamu mau menjadi penegak keadilan, jembatan bagi kepentingan banyak orang dan penyambung lidah rakyat. Bagaimana kamu bisa mewujudkan semua mimpi dan keinginanmu, nak? Ibu... aku akan menjadi seorang penulis. Sebab dengan menjadi penulis aku akan bebas mengeritik semua persoalan dan kesenjangan di negeri ini. Senja Bergerimis, Sudut Gang Bias Jogjakarta, Oktober 2020 Titip Rindu Untukmu Di ujung senja ini Pada jingganya langit Pada malam yang mendekat Pada puncak gunung Merapi Pada merdunya kicauan burung-burung Pada semilir angin musim hujan Pada aroma lumpur basah Pada harumnya getah pohon cemara Pada hijaunya dedaunan Pada bunga anggrek yang bermekaran di sudut pagar Pada hiruk pikuknya jalan Kaliurang, Jogjakarta Pada sepinya gang Bias Pada tembok-tembok Biara ini Kutitipkan rindu ini untukmu. Sudut Gang Bias, Jogjakarta 2020 Dosa Aku terus terseret dalam pusaran gelombang dosa, dosa akibat nafsu, ego dan kesombonganku. Dosa ini membuat aku malu dan merasa teralienasi dengan diriku sendiri. Aku merasa malu karena selalu jatuh dan terseret dalam dosa dan kesalahan yang sama setiap saat. Meskipun hampir tiap jam aku bersujud dihadapanNya memohon ampun atas semua dosaku dan meminta kekuatan tuk melawan dosa, namun, diriku tetap saja jatuh dan tersesat lagi dalam dosa. Tuhan apakah aku masih pantas menerima dan mengalami cinta dan kasihMu. Tuhan apakah doa dan tapaku belum menembus istanaMu sehingga sulit didengar atau apakah kata-kata dalam doaku tidak seindah mazmur Daud. Atau apakah doaku terlalu panjang dan bertele-tele seperti doa orang-orang Farisi dan ahli Taurat. Tuhan kadang aku hendak menyerah dan memutuskan untuk berhenti berdoa dan memohon padaMu. Sebab setelah aku berdoa dan memohon padaMu aku kembali terseret dalam dosa dan kesalahan. Dan parahnya lagi aku sering jatuh dan terseret dalam dosa dan kesalahan yang sama. Tuhan aku harus bagaimana dengan semua ini? Jogjakarta 2020 Aku, Rokok dan Puisi Berhentilah merokok sebab rokok itu pembunuh berdarah dingin yang akan membunuhmu perlahan-lahan. Berhentilah merokok sebab rokok itu menghabiskan uang dan hartamu. Berhentilah merokok sebab rokok itu membuat gigimu kuning, Mulut dan badanmu bau dan matamu merah. Berhentilah merokok sebab rokok itu... itulah kata-kata yang sering kalian ucapkan untuk menakut-nakuti diriku sang pencinta rokok. Aku tidak pernah peduli dengan semuanya itu. Aku tetaplah seorang pencinta rokok sejati. Mungkin kalian merasa jengkel dan marah padaku yang selalu mengabaikan nasihat kalian. Terserah, aku menerima semuanya asalkan kalian jangan menyentuh dan menghancurkan rokokku meskipun itu hanya sebatang saja yang pasti aku tidak akan memaafkan kalian. Kalian pasti menganggap aku gila sebab lebih mencintai rokok ketimbang diriku sendiri, terserah apa kata kalian aku tidak peduli. Aku hanya peduli pada rokokku saja. Apakah kalian pernah bertanya arti rokok bagi hidupku tentu saja tidak, sebab bagi kalian rokok itu racun dan pembunuh berdarah dingin. Itulah pendapat kalian, aku tidak peduli itu urusan kalian yang menilai karena bagiku penilaian itu relatif tergantung pada sudut mana kalian berada. Rokok bagiku adalah teman yang selalu setia menemaniku kapan dan di mana pun serta dalam situasi apa pun. Ia tetap setia, tidak seperti cewek dan sahabat yang kadang pergi meninggalkan kita saat kita jatuh dalam hidup kita. Rokok adalah gudang inspirasi bagiku dengan sebatang rokok aku mampu menciptakan puisi-puisi liar. Rokok adalah perangsang yang sanggup membangunkan imajinasiku tuk menuangkan ide-ide gila di atas lembaran kertas-kertas yang masih perawan sebab belum pernah disetubuhi oleh tinta hitam pena sang penyair. Jadi, aku berharap kalian tidak usah melarang aku untuk merokok ketika kalian melarang aku merokok maka kalian membunuh imajinasi liarku, tentu puisi-puisiku akan mati. Biarlah aku merokok, aku adalah pencinta rokok sejati yang akan rapuh tanpa melihat kepulan asap putih yang keluar dari lubang hidungku. Aku, rokok dan puisi. Biarlah kami tetap ada untuk saling melengkapi. Malam Sepi ditemani segelas kopi Sudut Gang Bias, Jogjakarta, November 2020
Gusti Padang Guche saat ini sedang melanjutkan studinya di Fakultas Teologi Weda Bhakti, Universitas Sanata Dharma, Jogjakarta. Buku puisi pertamanya adalah Coretan Kusam Sang Peziarah. Dalam kesibukannya sebagai mahasiswa, saat ini penulis tengah mempersiapkan buku barunya berupa kumpulan cerpen dan buku puisi. Penulis juga aktif menulis dan tulisan-tulisannya sering menghiasi berbagai majalah.
Gambar Utama: Foto karya 🇻🇪 Jose G. Ortega Castro 🇲🇽 di Unsplash