Bau Dapur | sajak-sajak Aksan Taqwin Embe

Bau Dapur

: Arif Fitra Kurniawan

sebelum hirukpikuk menyerang lapakmu. kau sudah mengentak-entak kaki kanan. menepuk-nepuk dada dan membusungkan badan. menguasai lebih awal berbagai resep masakan. dengan piawai telapak tanganmu menyimpan lada, gula, cabai, dan garam. setelah itu aku menduga. kau menyembunyikan mimpi besar membangun dapur sendiri. dapur yang bisa sewaktu-waktu kau abadikan melalui lipatan-lipatan sajak pada garis kening dan katung matamu.

ornamen-ornamen dapur yang terbuat dari tumpukan tungku dan panci. kau bakar dengan dendam dan emosi sewaktu-waktu. ketika kau bercerita ada seorang kawan yang merasa melesat melampaui rasa dan aroma masakanmu. seperti kereta yang melaju membawa orang-orang yang rindu kampung halaman. kau hanya tersenyum dan lekas mengampuni peristiwa itu. bahkan kau bisa lekas memaafkan berbagai panas, asam segala cacian.

tapi nyatanya ia berhenti di tengah perjalanan. menyerah. kau tandai mukanya. selebihnya kau bakar ingatanmu menjadi bara di dalam dada. kemudian kau tergesa menyalakan mesin pencari melalui ponsel. menelisik bagaimana cara membangkitkan masakan-masakan yang lezat dari kata dan harga diri yang jatuh. untuk perempuan dan anak lelaki yang sangat kau cintai. lantas kau hidangkan di atas meja makan. melakukan percakapan-percakapan yang entah mau kau bawa kemana setelahnya.

pada akhirnya. kau tempuh jalan yang lebih jauh. memburu kata-kata, rasa, luka, kecewa, serta, asmara. perlahan kau masukan kemudian kau didihkan melalui panci di atas  tungku. kau sebut dirimu juru masak dari segala rasa.

orang-orang mengakui. algoritma pada tanganmu semerbak bau rempah. lidahmu tukang perasa. seumpama ini ketenangan—sebelas tahun yang lalu, pertemuan menjadi sebuah peristiwa dan kedekatan. barangkali laut menjadi garis perjalanan panjang para kompeni puluhan tahun. terombang-ambing menaiki perahu bertaruh tubuh. memburu lada dan membuang kerak-kerak nestapa. maka begitu juga untuk lidah-lidah pecinta masakanmu. tak ingin melenyapkan begitu saja. sebab kisahmu adalah penanda menjadi kasih perempuanmu.

aku mencatat melalui linimasa. sebuah pertemuan lampau yang kau yakini paling berhasil. mengantar tubuhku pada acara beranak penyair seorang karib.

penyair, penyair, penyair.

begitulah mereka menyebutku, menyebutmu. lalu matamata dari kejauhan menjauh, dan muncul aroma-aroma kesedihan dari mulutmu. tanganmu bau rempah. tubuhmu dapur segala luka.

Tangerang Selatan, 05 Desember 2022

Menjual Jatah Cuti

:Dody Kristianto

diam-diam kau sudah menjadi pendekar kidal yang handal. sudah piawai menguasai jurus menempa musuh. menggulingkan tubuh tanpa menyentuh. menyembur yang kembur. tak butuh tangan untuk menangkis serangan yang datang tiba-tiba. bahkan dari kejauhan sekalipun, cahaya atau bayangan yang berkelebat sudah bisa kau takhlukan. kemudian menangkap dengan cepat. kau tak gentar mendekat. cukup dengan kata-kata dari mulutmu. maka musuh akan mundur secara perlahan. lalu dadanya akan terluka seketika.

setelah menghabisi musuh-musuhmu. kau sudah tak butuh lagi liburan. dengan membuat musuh terluka pun sudah bahagia. setelahnya kau menjual jatah cuti kerja. perhari kau bandrol seratus ribu rupiah. untuk membeli multivitamin agar kau tetap bisa berkata-kata. bagi kemalasan orang-orang tentu sangat murah. sebab liburan bagi orang-orang yang malas tak akan pernah cukup menjadi bahagia.

selalu baiklah dengan semua orang.

air yang sudah dimasak oleh ibu mendidihkan darahmu. kemudian dituang secara perlahan ke cangkir keramik pembelian bapakmu.

jatah liburmu sudah habis. bergegaslah ke meja kerjamu.

lalu kau memasuki kantor. melalui putaran jarum jam yang sangat cepat. darahmu masih mendidih. bekas luka belum sembuh. kini terpaksa menyiapkan penangkis. kata-kata yang diserang oleh bosmu. agar dadamu tidak terluka kembali. agar kau tetap bisa menjual jatah cuti lagi.

Tangerang Selatan, 08 Desember 2022

Semacam Buku Keabadian

:Yudi Damanhuri

setelah kita mengitari sebuah kota. kemacetan di jalanan dan burung-burung saling berjejal pulang ke peraduan. sisa-sisa air hujan jatuh perlahan. dari daun-daun ke atas jalanan yang menggenang. teriakan menanggalkan luka masa lalu di sebuah bangku taman. suara baku hantam. ia bercerita perpindahan dari jakarta ke tangerang ketika kerusuhan melanda. dan kini tercatat menjadi sejarah yang panjang. diulang-ulang dalam buku-buku mata pelajaran.

aku terpaksa mengingat bagaimana asalmuasal terciptanya sebuah buku-buku. buku ditulis untuk siapa dan bagaimana seharusnya merawatnya. buku dibeli dan dibaca untuk siapa, dan bagaimana akhirnya. lantas bagaimana buku-buku itu berumah setelah dipinjam dan dibaca? seperti burung-burung berpulang tanpa dipinta. seperti protes-protes bermuara dan menumbangkan segalanya.

suatukali ketika langit menyala seperti api. dan kemacetan seperti pikiranpikirannya. tubuhnya gemetar tak berdaya. pasca putus dari kekasih. dadanya berjejal bangku-bangku taman yang kosong. jantungnya membentuk ruang-ruang yang gelap. di kedalaman matanya seperti ada pintu yang tak sama sekali orang bisa memasuki. kemudian duduk di bangku membaca dadanya. kecuali perempuan tanpa kekasih. bahkan siuchen lelaki laut—karib bertahun-tahun pun tidak diperbolehkan masuk tanpa kesepakatannya. kecuali memiliki gudang garam atau samsoe yang bisa dihisap setiap waktu.

makan mi aceh di pinggir masjid agung cilegon menanggalkan makian-makian. ia menarik ingatan lampau. melihat kota yang berjejal kemacetan. sore di sebuah kota yang asing dari catatan. mantan kekasihnya berdiskusi perihal pertanggungjawaban.

pada akhirnya. keluar dari kosnya seberang terminal—seorang kawan ponselnya pernah hilang. pada dinding kos tertempel poster iwan fals. si bobo kucing pemalas tertidur pulas. aku mengeluarkan buku dari tas. pada lembar awal sebuah buku. tertulis kata-kata persembahan. ia tunjukan ke mantan kekasihnya. ia tunjukan tanpa halangan dan pantangan. tentu saja mantan kekasihnya menyukai, sebab penulisnya adalah sang idola. ia membaca pelan-pelan. tertarik dan lalu meminjam. dan lalu menyimpan. dengan tubuh tenang. membolakbalik lembar halaman. menjadi buku keabadian. tidak pernah dikembalikan.

Tangerang Selatan, 08 Desember 2022

Sepotong Roti

; Ade Ubaidil

semula dirinya menjelma sepotong roti. dibuat oleh tangan ahli nujum. untuk orang-orang sakit. untuk orang-orang yang dilanda kecemasan dan kegetiran. disiram krimer dan taburi ceres. agar prasangka tetap lunak dan manis. siap menyantap kapan saja di atas meja sisi ranjang. meneguk segelas susu agar tubuh tetap utuh. atau hanya sebatas tempelantempelan di sampul buku filsafat. siapa pun berhak menafsirkan apa saja. berkalikali ia menyembuhkan luka. namun tak mampu tanggalkan derita. ia bercerita tersesat di perjalanan kisah cinta yang parah. semua bermuara baik segalanya. tanpa pikiran. seumpama ia tumit yang mengait. saling bergesekan. menentang jalan panjang yang membentang. melupakan luka-luka. sebab, jika ia dan kekasihnya saling mengecewakan. akan ada waktu jeda untuk berpikir. mengalah mengakui salah. merelakan saling memaafkan.              

Tangerang Selatan, 11 Desember 2022

aksan

Aksan Taqwin Embe

Guru, Sastrawan, dan Kolumnis

Penerima penghargaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI sebagai Sastrawan Berkarya di Wilayah 3T Tahun 2019, Sastrawan Muda Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) Tahun 2018, Borobudur Writers and Cultural Festival Tahun 2018, Ubud Writers and Readers Festival Tahun 2017. Bukunya yang sudah terbit Gadis Pingitan (2014), Melawat ke Seruyan; Mengabadikan Epistolari Perjalanan (2020), Mati yang Menakjubkan (2020). Saat ini bergabung di Komunitas Madah Doa, dan mengelolah website Tanpabatas.art.

Photo by Lukas: https://www.pexels.com/photo/kitchen-knife-on-table-349609/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *