BALI MEGARUPA Jaga Api Optimisme Kreatif
Dinas Kebudayaan Provinsi Bali menggelar Pameran Bali Megarupa II 2020. Berlangsung di Museum ARMA Ubud pada 28 Oktober-10 November, pameran ini diikuti 45 perupa muda dan satu komunitas mural. Sejumlah 43 karya seni rupa ditampilkan dalam acara yang merupakan rangkaian dari Festival Seni Bali Jani II 2020 ini.
Gubernur Bali, Wayan Koster, membuka Bali Megarupa pada Rabu, 28 Oktober. Acara pembukaan disiarkan secara daring melalui kanal Youtube Disbud Provinsi Bali.
Pembukaan juga diisi dengan seni pertunjukan bertajuk Candika Jiwa: Melampaui Warna dan Rupa. Inilah sajian kolaborasi gerak, suara, rupa, warna, dan multimedia dari Sanggar Bumi Bajra Sandhi dengan koreografer Ida Ayu Wayan Arya Satyani.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, I Wayan Kun Adnyana, mengatakan, Bali Megarupa menyuguhkan kreativitas seni inovatif, modern, dan kontemporer untuk mendorong kegairahan generasi penerus dalam berkesenian. Program kali ini menghadirkan perupa muda dengan harapan menjadi ladang persemaian untuk menumbuhkan para kreator hebat di bidang seni rupa modern dan kontemporer.
“Pameran kali ini dikuti perupa muda usia maksimal 30 tahun yang cukup menjanjikan dari segi kualitas kekaryaan, berpijak pada konsep eksplorasi, eksperimentasi, lintas batas, kontekstual, dan kolaborasi,” ujar Adnyana yang juga seorang perupa.
Festival Seni Bali Jani 2020, sebagai induk Pameran Bali Megarupa, mengambil tema Candika Jiwa, Puitika Atma Kerthi. Tema ini mencerminkan upaya kreatif terkini untuk mencandikan jiwa, spirit, taksu, dan ide-ide cemerlang. Festival dimaksudkan agar bisa membuka ruang seluas-luasnya untuk ragam kreativitas dan ekspresi seni baru yang modern maupun kontemporer melalui eksperimentasi berbagai medium atau media.
Bali Megarupa sendiri tahun ini mengangkat tema Candika Jiwa: Melampaui Medium, Ruang, dan Waktu. Tema ini mengedepankan kesadaran bahwa pandemi adalah momentum bagi para seniman untuk menggali berbagai kemungkinan penciptaan yang lintas batas, melampaui medium, ruang, dan waktu, sebagaimana keniscayaan era digitalisasi.
Festival Seni Bali Jani maupun Pameran Bali Megarupa disajikan secara luring dan daring. Dua format sajian ini dimaksudkan sebagai transformasi sosial bagi masyarakat Bali.
Menurut Adnyana, format tersebut diharapkan melahirkan berbagai kemungkinan kreatif atas pengolahan virtual sebagai konsep, yang merujuk pada proses elaborasi dan eksplorasi terkait estetik, stilistik, teknik artistik, dan tematik. Selain sebagai wahana penggunaan berbagai piranti media baru dalam proses dan penyajian karya, format ganda diniatkan untuk dapat menjangkau publik yang lebih luas.
“Ini sebentuk alih pengetahuan dan keterampilan, yakni terkait proses persiapan dan produksi suatu sajian karya secara virtual, termasuk bagaimana cara publik menikmati melalui dunia maya,” paparnya.
Adnyana menegaskan, masyarakat bisa menyaksikan Pameran Bali Megarupa melalui galeri virtual maupun secara langsung di Museum ARMA dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Seluruh kegiatan menjadi upaya bersama untuk menjaga optimisme masyarakat di tengah pandemi sekaligus tetap menjaga eksistensi elan kreatif para perupa.
Ketua panitia Bali Megarupa, Made Kaek Dharma Susila, menyebut kegiatan ini membuktikan bahwa pemerintah hadir. Pemerintah bukan hanya memenuhi panggilan mengayomi masyarakat, tetapi berketetapan dan berupaya menjaga elan kreatif serta optimisme di tengah rundungan pandemi yang menyebarkan kecemasan ke segenap lapisan sosial.
“Bali Megarupa 2020 bukan pameran seni rupa semata, tetapi juga sebuah ikhtiar meneguhkan temali batin persaudaraan dan semangat kebersamaan untuk menghadapi dan melampaui pandemi,” ungkapnya.
Karya yang ditampilkan dalam Bali Megarupa berupa lukisan, karya tiga dimensi (patung, instalasi), seni video, dan seni mural. Seluruh karya peserta dipilih melalui usulan maupun open call yang kemudian ditetapkan oleh kurator dengan mempertimbangkan capaian stilistik, estetik, serta khususnya kreativitas dalam merespons tema pameran.
Kurator Bali Megarupa 2020, Jean Couteau dan Wayan Setem, memilih dari sekitar 150 karya yang masuk tahapan seleksi.
Para perupa yang berpameran adalah Anak Agung Istri Ratih Aptiwidyari; Vania Evangeline Wibawa; Ni Kadek Novi Sumariani; Ni Luh Gede Widiyani; Ni Wayan Penawati; Ni Wayan Ugi Gayali Sugantika; Made Widhi Asih;Damar Langit Timur; Dewa Agung Mandala Utama; Dewa Made Johana; I Gede Agus Mertayasa; I Gede Sukarya; I Gede Wahyu Simbrana; I Gusti Ngurah Dalem Ramadi; I Gusti Putu Setiadi Ari Artawan; I Gusti Putu Yogi Janapriya; I Kadek Bangkit Artha Gunadi; I Kadek Suardana; I Kadek Yuliantono Kamajaya; I Made Adi Satwika; I Made Agus Saputra; I Made Oka Mardiadinata; I Made Rai Adi Irawan; I Putu Adi Putra Wiwana; I Putu Nana Partha Wijaya; I Wayan Aris Sarmanta; I Wayan Bayu Mandira; I Wayan Dedek Surya Mahadipa; I Wayan Krisnatha; I Wayan Oka Supriadi; I Wayan Sabath Sukma Miarna ; I Wayan Sudarsana; I Wayan Trisnayana; Ida Bagus Arta Tri Atmaja; Komang Lanang Rama Semara; Komang Wastra; Anak Agung Ngurah Gyan Satria Daiva; I Gede Wahyu Abriawan; I Kadek Agus Sutrisnayana; Muhammad Aqil Najih Reza; Pandu Sukma Demokrat; Putu Dika Pratama; Putu Dudik Ariawan; Putu Gede Ramavijaya Wiguna Putra; Putu Sastra Wibawa.
Pada penutupan Bali Megarupa, 10 November, pukul 16.00 WITA, digelar Zoom Webinar menghadirkan narasumber I Wayan Kun Adnyana (Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali), Agung Rai (Pemilik Museum ARMA), Nawa Tunggal (Redaktur Budaya KOMPAS), serta Jean Couteau dan Wayan Setem (Kurator), dengan moderator Warih Wisatsana.