FotografiSeni

AN(T)ARKTIKA: Kesaksian Fotografis dari Ujung Selatan Bumi

Pemanasan global itu nyata. Subjek kontroversi itu bukan hanya isapan jempol belaka. Bahkan kini telah menjelma menjadi keresahan kolektif masyarakat dunia.

Bayangkan saja, benua keenam di selatan bumi atau yang dikenal dengan Antarktika mencatatkan rekor suhu terpanasnya. Menurut World Meteorological Organization (WMO), rekor tertinggi suhu di Pangkalan Esperanza di ujung utara Semenanjung Antarktika tercatat mencapai 18,3 derajat Celsius. Suhu dicatat pada 6 Februari 2020. Sebelumnya, rekor terpanas di benua terdingin di dunia itu terjadi pada Maret 2015, yaitu 17,5 derajat Celcius. 

Keresahan akan pemanasan global membawa empat sahabat bertandang ke benua terbesar keempat tersebut. Benny Soetrisno, Jay Subyakto, Krish Suharnoko, dan Yori Antar mengunjungi daratan seluas 13.661.000 km² yang dikelilingi dataran tinggi dengan puncak gunung tertinggi Vinson Massif (4892 m) di jajaran pegunungan Ellsworth pada Februari 2013. Ketika itu suhu tertinggi tercatat mencapai 13.8 derajat Celsius.

Pameran foto “AN(T)ARKTIKA” memberikan kesaksian visual atas perjalanan mereka. Pameran yang menampilkan 15 karya fotografi ini berlangsung di Uma Seminyak, Bali, mulai 27 September hingga 10 Oktober. Sebelumnya, pameran keliling yang terselenggara dengan dukungan Gandarrana ini digelar di Jakarta, Pati, Semarang, dan Yogyakarta.

Pada pembukaan pameran diluncurkan buku foto AN(T)ARKTIKA. Buku ini menampilkan 43 foto plus 91 foto sisipan yang mengabadikan perjalanan mereka ke Antarktika.

Kurator pameran, Oscar Motuloh, mengatakan, kehadiran mereka di Antarktika telah membuka gerbang yang menguak tabir kekhawatiran tentang masa depan dunia terkait fenomena yang mengguncang bumi. “Itulah kecemasan yang mereka, kita, dan dunia rasakan,” ujarnya.

Foto-foto mereka jauh dari gambaran ketamakan manusia, tetapi menjadi penanda yang menakutkan akan lahirnya pemanasan global akibat ulah manusia. “Fenomena yang membuat takdir Antarktika seperti telah ditentukan sekarang. Sebentuk peringatan di balik imaji fotografi yang mereka kemukakan,” papar Oscar.

Salah satu peserta pameran, Jay Subyakto, menyampaikan kesannya tentang keberadaaan mereka menapaki daratan es Antarktika untuk pertama kalinya. Mereka menyaksikan alam yang terbentang tanpa kehadiran manusia. “Kami menjadi saksi bahwa tanpa manusia, alam berjalan dalam perputaran yang sempurna, dan kami terhenyak merasakan kesenyapan yang agung,” tuturnya.

Nama Antarktika berasal dari bahasa Yunani ‘Antartikos’ yang berarti lawan dari Arktika (Kutub Utara) atau ‘Artikos’, beruang dari gugus bintang Ursa Minor dengan bintang paling benderang Polaris atau bintang utara. Dua ratus juta tahun yang lalu, Antarktika bersama Australia, Afrika, Amerika Selatan, India, dan Selandia Baru merupakan bagian dari ‘super benua’ Gondwana. Perlahan-lahan Gondwana mulai terpecah. Seratus juta tahun kemudian, Antarktika terpisah dari Australia dan bergerak ke Kutub Selatan menjadi benua tersendiri.

Benua es Antarktika tidak mempunyai penduduk asli. Sebelum abad ke-20, tidak ada satu pun manusia yang bermukim di sana. Populasi pada musim panas adalah 4.000 penduduk, dan pada musim dingin 1.000 penduduk. Semuanya bukan penghuni tetap.

Pada 1 Desember 1959, Pakta Antarktika disepakati oleh dua belas negara. Pakta ini menyatakan Antarktika tidak dikuasai oleh siapa pun dan hanya boleh digunakan untuk kegiatan ilmiah dan tujuan perdamaian.

*Gambar utama: Foto karya Benny Soetrisno.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *