CandikataPuisiSastraSeni

AKU DAN JALANAN |puisi Ardhi Ridwansyah

 MELINJAK KENANGAN 
  
 Debu-debu selimuti kalbu, 
 Tersedak dan terdesak, 
 Oleh rindu memasung waktu,
 Tiada kata melangkah, 
 Diam membisu duduk, 
 Dalam hamparan segala dosa. 
  
 Hanya diri yang iri, 
 Mengupas wajah sendiri, 
 Penuh dengki dan pemujaan, 
 Terhadap berhala dunia; 
 Kecantikan! Ketampanan! 
 Kekayaan!  Ketamakan! 
  
 Geliat belatung tak hitung, 
 Kapan masa menua, 
 Atau jarum jam hilang arah, 
 Dari yang semestinya ia berjalan, 
 Hilang kendali jiwa! 
  
 Para badut tertawa, 
 Pecahkan kaca untuk jemawa, 
 Dan seonggok tahi anjing di tepi jalan, 
 Lambat laun mengering, 
 Sisa aroma meneror hidung untuk berdering. 
  
 Melinjak kenangan, 
 Hanya terpantul air mata, 
 Yang penuhi lubang genangan, 
 Sapa senyum ranum, 
 Tanpa rasa mengundang kagum. 
  
 Jakarta, 2021 
  
  
 CINTA YANG MALANG
  
 Cinta yang malang, 
 Ia mati dalam kata-kata, 
 Meringkuk sebagai lara, 
 Dalam dada ia merintih, 
 Terbujur kaku tanpa rindu, 
 Yang membelasi dengan kasih. 
  
 Sebelumnya ia merajut kisah, 
 Derai suara yang mengalir, 
 Menuju telinga sepi, dan hati 
 Kini terisi kilau lazuardi, 
  
 Cerah mengusir gulita,
 Sebab pelita yang tercantum, 
 Dalam matanya, sungguh tengara; 
 Akan bersemi lampu taman, 
 Yang jadi teman, 
 Temani hari saat basa-basi terus lahir, 
 Dari sanubari nan lirih. 
  
 Tak selamanya ia gemilang, 
 Kini, kala redup menjelang, 
 Membawa berang dan pesan berantai, 
 Yang merantai daku duduk terpaku, 
 Akan waktu dan jarang yang merangkak, 
 Saling memberontak. 
  
 Sedang mimpi hanya dongeng, 
 Menyuapi daku dengan harap, 
 Tarian musim hujanlah yang mengajak, 
 Diri tatap awan kalap, 
 Pandang gemuruh angin, 
 Menyapu daun-daun kering, 
 Semua basah di kening, 
 Jatuh menyusuri jiwa hening. 
  
 Jakarta, 2021 
  
  
 KADO MALAM MINGGU 
  
 Terserak koran-koran, 
 Yang kini rusuh ramaikan, 
 Lantai penuh kenangan. 
 Sisakan air mata,
 Deras mengalir dari pelupuk jiwa. 
  
 Kau telah pergi, 
 Selepas lantunkan elegi, 
 Di atas genangan darah. 
 Aku masih mendengar derai tawa, 
 Pula tangismu yang menikam rasa. 
  
 Selepas tahu bahwa separuh napasmu, 
 Membawa kado malam minggu, 
 Dengan raut nan sendu, 
 Mencium wajah truk dan lekas membawa, 
 Duka mendalam di mata tak berdosa. 
  
 Dari situ kau memilih jalan lain,
 Sebab takdir yang sukar diterima, 
 Memilih binasa dengan gairah putus asa.
  
  
 DERANA 
  
 Dalam matanya yang berkarat, 
 Terdapat mimpi yang sekarat, 
 Tiap tetes keringat telah berjatuhan, 
 Di aspal jalan, di meja makan, dan, 
 Pada saat ia merenung di taman kota. 
  
 Tempatnya bersimpuh pada semesta, 
 Segala riuh angkuh dari orang-orang, 
 Yang meneteskan keluh di rambut sepuh. 
 Tebarkan teror pada sepasang mata rabun, 
 Akan waktu, akan masa, yang terus merangkak, 
 Dan menginjak-injak jiwa yang terlelap di tepi jalan. 
  
 Ada kalanya kaki langit lelah berdiri, 
 Di samping redup cahaya mentari pagi dan tewasnya malam, 
 Hadapi segenap duka dengan tertatih, menjilat luka, 
 Saat hidup kian tak pasti. Harap mimpi lekas mati. 
  
 Jakarta, 2021  
  
  
 AKU DAN JALANAN 
  
 Dari jalanan aku belajar, 
 Bising dan sunyi adalah kawan, 
 Pada satu waktu silih berganti, 
 Temani tatapan yang menerka, 
 Setiap mata dan keringat meranggas, 
  
 Di genangan, aku membaca, 
 Pantulkan kenangan yang pening, 
 Dirasa kelam gersang jiwaku,
 Memangkas mimpi, 
 Terbunuh halusinasi. 
  
 Di jalan raya aku pandang, 
 Jiwa-jiwa gelisah coba mendesah, 
 Terhimpit ruang dan waktu, 
 Terus berlari ke sana ke mari, 
 Macam bocah yang tak tahu, 
 Apa arti patah hati. 
  
 Dari jalan menuju rumah, 
 Dari rumah menuju jalan, 
 Kukutuk semua derita, 
 Dan membanting segala keluh, 
 Yang bebankan kaki untuk melangkah. 
  
 Dari jalan aku menuju tubuhmu, 
 Dari tubuhmu, kusematkan rasa di antara, 
 Asa yang akan binasa. 
  
 Jakarta, 2021
ardhi

ARDHI RIDWANSYAH kelahiran Jakarta, 4 Juli 1998. Tulisan esainya dimuat di islami.co. terminalmojok.co, tatkala.co, nyimpang.com,nusantaranews.co, pucukmera.id, ibtimes.id., dan cerano.id. Puisinya “Memoar dari Takisung” dimuat di buku antologi puisi “Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival 2019”. Puisinya juga dimuat di media seperti kawaca.com,catatanpringadi.com, apajake.id, mbludus.com, kamianakpantai.com, literasikalbar, ruangtelisik, sudutkantin.com, cakradunia.co, marewai, metafor.id, scientia.id, LPM Pendapa, metamorfosa.co, morfobiru.com, Majalah Kuntum, Radar Cirebon, koran Minggu Pagi, Harian Bhirawa, Dinamika NewsHarian SIB dan Harian BMR FOX. Penulis buku antologi puisi tunggal Lelaki yang Bersetubuh dengan Malam. Salah satu penyair terpilih dalam “Sayembara Manuskrip Puisi: Siapakah Jakarta”.

Gambar Utama: Foto oleh Ivy Aralia Nizar di Unsplash.

One thought on “AKU DAN JALANAN |puisi Ardhi Ridwansyah

  • Masyaallah, keren banget kak. Semangat terus buat Kak Ardhi.

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *