FilmSeni

“A Thousand Sails” Raih MFW Best Short Film of the Year 2020

Penghargaan paling bergengsi dalam festival film pendek Minikino Film Week 6 diberikan kepada film “A Thousand Sails” dari Hongkong. Film fiksi besutan sutradara Tsang Hing Weng Eric ini mendapat anugerah Best Short Film of the Year 2020.

Dalam sambutannya melalui rekaman video yang dikirim dari Hong Kong, sutradara Eric Tsang mengaku sangat gembira mendengar karyanya terpilih sebagai film pendek terbaik.

“Kalau saja tidak ada pandemi, saya pasti sudah ada di Bali malam ini bersama kalian semua,” kata Eric. “Saya sebetulnya masih menyimpan katalog festival tahun lalu, karena tahun lalu saya ada di Bali dan saya menemukan semacam hubungan yang spesial antara Minikino dan saya. Sangat luar biasa untuk saya bagaimana kita merasakan hubungan antarmanusia melalui film.”

Pengumuman penghargaan disampaikan dalam acara penutupan festival film pendek Minikino Film Week 6 (MFW 6), Bali International Short Film Festival, di Water Garden ARMA Museum & Resort, Ubud, pada 12 September.

Dalam suasana pandemi COVID-19, para tamu undangan acara tersebut diwajibkan mengisi daftar registrasi dan melaksanakan protokol kesehatan, seperti pemeriksaan suhu tubuh, mencuci tangan dengan air mengalir atau hand sanitizer. Para tamu juga memakai masker atau face-shield sepanjang acara dan menjaga jarak.

Rangkaian acara pada hari terakhir perhelatan MFW6 dimulai sejak pukul 13.30. Kegiatan diawali dengan acara sampingan berupa peluncuran buku “Rajawali dan Anak-Anak”. Buku cerita anak karya Maggie Dunkle dan Margiyono ini merupakan buku ketiga dari trilogi Clean Bali Series.

Anak-anak sudah hadir sejak sore hari dalam acara peluncuran buku tersebut. Mereka diajak menyanyi sambil menarikan lagu-lagu yang bertema pelestarian lingkungan. Tokoh pendongeng Bali, Made Taro, bersama putranya, Gede Tarmada, beserta cucunya, Angga dan Rendra, mengiringi nyanyian anak-anak dengan tabuhan angklung.

Para tamu undangan Malam Penutupan MFW6 mulai berdatangan pada pukul 17.30. Pembawa acara, yakni Nosa Normanda, Rozzaq Ariwahyono, dan Inez Peringga, menghadirkan suasana yang santai setengah formal dengan live report dan lontaran humor jenaka. Pukul 18.30 WITA, Malam Penutupan dan Penghargaan MFW6 juga disiarkan secara live-streaming.

Dalam sambutannya, pendiri ARMA Museum & Resort, Anak Agung Gede Rai, menyatakan kegiatan semacam ini merupakan salah satu visi dan misi ARMA untuk menjadikan museum lebih “hidup”. Juga untuk mengajak masyarakat turut menikmati berbagai macam seni.

Direktur Festival, Edo Wulia, mengawali sambutan dari para komite inti MFW 6. “Membuat festival tidaklah mudah. Kami sudah merencanakan tanggal kegiatan tahun ini sejak berakhirnya MFW 5, tahun lalu. Sama sekali tidak terbayang kondisi pandemi akan terjadi. Untuk itu, kami berterima kasih pada para sukarelawan yang saling membantu, serta penonton yang telah mematuhi protokol sepanjang waktu. Karena merekalah festival ini masih bisa berjalan, walaupun dengan semua keterbatasan. Semoga dapat menginspirasi kegiatan yang lain dengan standar normal yang baru ini,” ujarnya di atas panggung.

Laporan mengenai statistik penonton selama kegiatan MFW 6 diberikan oleh Direktur Program, Fransiska Prihadi. Ada 109 pemutaran program film pendek dalam Short Film Festival yang dilaksanakan di 7 lokasi Micro Cinema dan 3 Pop Up Cinema. Satu-satunya program film pendek yang diputar online ialah Begadang Official Selection 2020 yang diputar dua kali.

Selanjutnya, Short Film Market yang meliputi Workshop, Forum dan Talks menyajikan 20 program yang dilaksanakan di lokasi. Seluruh program Short Film Market, kecuali workshop dan fringe events, merupakan aktivitas hibrid yang diselenggarakan di lokasi serta disiarkan online.

“Jumlah total penonton yang datang secara fisik ialah 1611. Sementara penonton yang bergabung secara virtual melalui live YouTube, Facebook, dan Instagram tercatat sampai 12 September ialah 1746 viewers,” ungkap Fransiska Prihadi.

Direktur Traveling Festival, Made Suarbawa, mengatakan, inspirasi untuk mendirikan Pop Up Cinema (layar tancap) ke desa-desa didapat dari semangat anak-anak muda dan warga di desa itu sendiri untuk mengembalikan budaya menonton.

“Budaya menonton film secara komunal di mana penontonnya dapat menikmati suasana menonton bersama. Ini memberi kesempatan mereka untuk mendiskusikan kembali apa yang telah ditonton. Inilah yang menjadi semangat kami membuat Pop Up Cinema ini,” tutur Made Suarbawa.

MFW 6 menggelar layar tancap di tiga desa, yaitu Desa Pedawa, Selat, dan Tegeh Sari. Desa Pedawa bahkan  telah menjadi rekan kerja selama lebih dari tiga tahun belakangan.

“Kami berharap untuk ke depannya terus bisa membuat sinergi yang memberi manfaat positif, bukan hanya memutar film, tapi tetap ada kolaborasi lanjutan. Potensi kolaborasi kami harap makin berkembang secara jangka panjang,” tambah Made Suarbawa.

Rangkaian sambutan disambung dengan sejumlah rekaman video kegiatan selama berlangsungnya MFW 6. Dokumentasi harian tahun ini merupakan kolaborasi MFW dengan Niskala Studio.

Selain didukung oleh para venue partner, individual maupun kolaborator rangkaian kegiatan, tahun ini MFW 6 juga mendapat dukungan dari Fasilitasi Bidang Kebudayaan dari Kemendikbud RI serta Deputi Pemasaran Kemenparekraf.

Momen yang dinantikan para pembuat film pun akhirnya tiba, yakni penobatan pemenang dan pemberian penghargaan. Pengumuman dimulai dengan anugerah MFW National Competition Award.

Penghargaan tertinggi National Competition yang pertama kali diadakan tahun ini diraih oleh film pendek “Jemari yang Menari di Atas Luka-Luka” (2019, fiksi) karya sutradara Putri Sarah Amelia. Dalam sambutan virtualnya, Jose Prabowo selaku produser bersama Putri Sarah Amelia mengucapkan terima kasih kepada seluruh kru film yang ikut membantu, dan mendedikasikan karya film ini untuk seluruh kelompok minoritas yang masih memperjuangkan suara yang masih terbungkam.

Penghargaan International Award diberikan kepada delapan film. Selain “A Thousand Sails”, film-film peraih penghargaan adalah: “And Then The Bear” (Agnes Patron, Prancis, 2019) untuk Best Animation Short; “This Makes Me Want to Predict The Past” (Cana Bilir-Meier, Jerman-Austria, 2019) untuk Best Audio Visual Experimental Short; “Sonia Loves, Sonia Doesn’t” (Natalia Beliaeva, Federasi Rusia-Slovakia, 2020) untuk Best Children Short; “Mama Mania” (Vincent Sparreboom, Belanda, 2019) untuk Best Documentary Short; “Cayenne” (Simon Gionet, Kanada, 2020) untuk Best Fiction Short; “When Light Fades” (Daan Groot, Belanda, 2020) untuk Programmer’s Choice; dan “End-O” (Alice Seabright, Britania Raya, 2019) untuk Youth Jury Awards.

Untuk Begadang Filmmaking Competition 2020 yang dilaksanakan pada 25-26 Juli, terdapat 13 film pendek yang terpilih sebagai Official Selections. Jumlah ini tersaring dari 27 karya yang dikirim ke panitia dalam kurun waktu produksi 34 jam. Selanjutnya dipilihlah empat nominasi yang memperebutkan gelar juara dan hadiah uang tunai sebesar Rp5.500.000.

Pemenang tahun ini ialah film “Hai Guys Balik Lagi Sama Gue, Tuhan!” (Winner Wijaya, Banten, 2020). Dengan pembatasan maksimum tiga shot dalam film dan tanpa instrumen musik, film ini secara cerdik menerjemahkan berbagai elemen kunci dan mengembangkannya dengan ide cerita tentang warganet yang, layaknya mata pandang Tuhan, memiliki mata di mana-mana. Interaksi antara kamera drone dan aktor ditata dengan sangat baik.

Pada penghujung acara, penonton mendapat kesempatan menyaksikan film pendek pemenang Begadang Filmmaking Competition 2020 dan MFW Best Short Film of the Year 2020.

Sebelum rangkaian musik dari koleksi vinyl Spin Sugar Bali menutup Malam Penghargaan MFW 6, para direktur MFW mengumumkan tanggal pelaksanaan Minikino Film Week 7, Bali International Short Film Festival, yaitu 3-11 September 2021.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *